Kamis, 02 April 2015

PIDIE KRIET


بسم الله الرحمن الرحيم

PIDIE KRIET
OLEH: MUHAMMAD KAMAL SULAIMAN L.C DP.L




Ulama ushul mengatakan  " حكم على شيء فرع عن تصوره" Maksudnya : Sebelum kita menghukum sesuatu harus mendefisikannya terlebih dahulu.  Sebelum kita menghukum apakah kebaikan dan kemudharatan yang ditimbulankan apabila kita sering mengulang-ulang dan mengajarkan generasi kita perkataan “Pidie Kriet”, dan apa pandangan Islam  terhap permasalahan ini, adakah berdausa pelakunya? sunnah ataukah wajib? Maka terlebih dahulu kita mendefinisikannya  sehingga permasalahan ini menjadi jelas dan generasi sesudah kita dapat mengambil i`tibar dan manfa`at.
Nama Resmi
:
Kabupaten Pidie
Ibukota
:
Sigli
Provinsi 
:
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Batas Wilayah
:
Utara: Selat Malaka
Selatan: Kabupaten Aceh Barat
Barat: Kabupaten Aceh Besar
Timur: Kabupaten Pidie Jaya
Luas Wilayah
:
3.086,95  Km²
Jumlah Penduduk
:
422.557 Jiwa 
Wilayah Administrasi
:
Kecamatan : 23, Kelurahan : 20, Desa : 713
Website
:
                       
Kabupaten Pidie adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia. Masyarakat Pidie suka merantau dan berdagang, sehingga sering dijuluki "Tionghoa hitam" dan mereka bersama orang asal Bireuen mendominasi pasar-pasar di berbagai wilayah Aceh. Selain itu, wilayah ini juga terkenal sebagai daerah asal tokoh-tokoh terkenal Aceh, seperti Tgk. Daud Beureueh, Mr. Teuku Muhammad Hasan, Prof. Ibrahim Hasan, DR. Hasballah M Saad, Hasan Tiro yang saat ini bermukim di Swedia, dan pengusaha Ibrahim Risyad. Pidie sebelumnya adalah kerajaan Pedir yang berbeda dengan Aceh, sehingga sampai sekarang Pidie tidak disebut sebagai Aceh Pidie, melainkan kabupaten Pidie saja. Ketika terjadi konfrontasi dengan Portugal, maka kerajaan Pedir menggabungkan diri dengan Kerajaan Aceh untuk melawan Penjajah Portugis. Daerah ini merupakan tempat cikal bakal lahirnya Gerakan Aceh Merdeka atau Hasan Tiro yang kini bermukim di Swedia. Namun anehnya, pergolakan justru paling banyak terjadi di kawasan tetangganya dibanding Pidie sendiri. Sejak pemberlakuan Darurat Militer sejak Mei 2003, daerah ini juga berangsur-angsur pulih aktivitas ekonomi dan sosialnya meski belum sepenuhnya. Ada beberapa kecamatan di kawasan ini yang sedang memperjuangkan pembentukan kabupaten baru dengan nama Kabupaten Pidie Jaya dan berbasis di Meureudu, bagian timur Pidie (http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/11/name/nanggroe-aceh-darussalam/detail/1107/pidie).
            Sedangkan pengertian “Kriet” adalah bakhil, pelit, kedekut, kikir, ianya memberi maksud kepada sikap seseorang yang sangat susah mengeluarkan uang, ianya adalah salah satu sifat mazmumah  yang sangat dibenci syara`. Allah S.W.T melarang hamba-hambanya yang berperilaku kikir  yang menyimpan harta mereka dan enggan menginfakkan dijalan Allah. Sebagaimana firmannya dalam Al-Quran:

LARANGAN KIKIR
a.       Dalam Al-Quran Al-Karim :
1.         SURAT AL ISRA AYAT 29

 وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Terjemahan: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.

Dalam ayat diatas Allah melarang tegas membelanjakan harta secara boros, kemudian orang yang boros itu sebagai saudara syaitan,  Allah melarang menjadikan tangan terbelenggu pada leher, ungkapan ini sudah terbiasa di kalangan-kalangan orang Arab yaitu sudah menunjukkan kekikiran. Kikir dilarang oleh Allah, yaitu enggan memberikan harta kepada orang lain  maupun sedikit. Disamping itu Allah melarang mengulurkan selebar-lebarnya. Ungkapan ini berarti Allah melarang boros dalam membelanjakan harta diluar karib kerabat.
2. Surah Ali Imran ayat 18:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Terjemahan :  “Dan jangan lah orang-orang yang kikir dangan apa yang telah dikaruniakan Allah kepadanya mengira bahwa kekikiran itu baik bagi mereka, kelak harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan dilehernya dihari kiamat dan kepunyaan Allah segala pusaka yang dilangit dan di bumi dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. 

 3. Surah Al-Lail Ayat 8-11:

وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى (8) وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى (9) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى (10) وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى (11

Terjemahan:  “Adapaun orang yang kikir dan merasa dirinya serba kecukupan dan mendustakan dengan kebaikan maka kami akan mudahkan dia kejalan yang payah dan hartanya tidak akan menolong dia apabila dia terjerumus”

b. Dalam Hadits Nabi Yang Mulia
1.      Hadits yang diriwayatkan muslim yang diterima jabir bin Abdullah yang Artinya :

“Dan takutlah kalian semua pada perbuatan aniyaya sesunguhnya aniyaya itu merupakan kegelapan pada hari kiamat nanti dan takutilah kamu bersikap kikir sesunguhnya kekikiran itu telah menghancurkan orang –orang sebelum kamu sikap kikir itu telah membawa mereka pada pertumpahan darah (diantara mereka)”

2.      Dalam sebuah hadits Rasulullah menegaskan bahwa orang yang kikir tidak akan masuk surga.

لا يدخل الجنّة حبّ ولابحيل وسيءالملكة
Artinya : “Tidak akan masuk surga orang –orang yan menipu, bakhil (kikir) dan orang-orang yang buruk mengurus miliknya “( H.R Tirmidzi ).
Dan terdapat juga dalam Riwayat lain yang Artinya :  “Dan orang-orang yang bakhil (kikir) itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat pada neraka”. ( H R tirmidzi)

3.           Dari Al-Mughirah R.A, dari Nabi S.A.W  bersabda maksudnya : “Allah telah melarang keras (mengharamkan) kamu menderhakai ibu, melarang membuat bakhil dan mengubur anak perempuan. Tuhan benci kamu jika kamu terlalu banyak berbicara begitu begini, terlalu banyak bertanya serta membuang-buang harta tidak pada tempatnya.” (Hadis Riwayat Bukhari)

4.      Dalam sebuah hadits yang lain:
عن جابر رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلي الله عليه صلي الله عليه وسلم : اتقوا الظلم فان الظلم ظلمات يوم القيامة والتقوا الشح فان الشح اهلك من كان قبلكم وحملهم ان سفكوا دماءهم واستحلوا محارمهم. (رواه مسلم)
Terjemahan : “Dari Jabir R.A berkata : Bersabda Rasulullah S.A.W : “Jagalah dirimu dari aniaya, karena aniaya itu merupakan kegelapan di hari kiamat, dan jagalah kamu dari sifat kikir, karena sifak kikir membinasakan umat-umat sebelum kamu dan mendorong mereka mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan semua yang diharamkan”. (H.R. Muslim)
            “Bukan hanya seperti bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, bahasa Aceh juga memiliki kosakata khusus untuk pelit atau kikir,yaitu kriet. Namun, cara orang Aceh mengungkapkan kriet tidak hanya sebatas menyebutkan si Polan kriet. Ada banyak cara orang Aceh mengungkapkan kriet seseorang. Cara pertama menggunakan that sebelum atau setelah kriet sehingga menjadi that kriet atau kriet that. Penggunaan thatdi awal atau di akhir kriet bukan tanpa alasan. That di awal digunakan jika seseorang sangatlah kriet. Biasanya penggunaan that di awal disertai oleh intonasi panjang “6 harkat” di akhir –riet sehingga menjadi that kriiiiiiet. Sering pula,that kriet disertai oleh kata göt sehingga menjadi göt that kriiiiiiet. Begitu pula, penggunaan that setelah kriet karena orang yang menjadi sasaran penggunaan kata kriet tidak terlalu kriet. Cara kedua adalah dengan mengulang that sehingga menjadi kriet that-that. Pengulangan that merupakan indikasi “teramat sangat” pelitnya seseorang. Biasanya, di akhir kata that, bentuk pengulangan ini juga disertai intonasi panjang “6 harkat”, kriet that-thaaaaaat. Cara ketiga adalah dengan menggunakan ungkapan, kriet putôh bulèe idông, kriet tulo, kriet maté. Makna yang terkandung dalam ketiga ungkapan itu jelas-jelas sangat berbeda dengan that kriet, kriet that, atau kriet that-that. Orang yang kriet putôh bulèe idông, kriet tulo, atau kriet maté dianggap kriet pada tingkat kronis atau kriet “stadium” 4. Tak ada kemungkinan sembuh bagi penderita kriet “stadium 4” ini. Meskipun bulèe idông putôh, tulo, atau maté karena kriet,“pasien” penderita kriet tak pernah sembuh dari kriet-nya (Safriandi, 2012)”
            Menisbahkan Kriet kepada PIDIE adalah sebuah kesalahan dari segi bahasa, karena Pidie adalah sebuah tempat dan dia tidak bersifat kikir, bagaimana kita boleh mengatakan Lhoekseumawe hana saba? atau gunung selawah broek that akai?  atau Gayo Paleh that  Ini adalah sebuah kerangka pemikiran yang salah dari segi kaedah bahasa.
            Jika tujuan seseorang yang mengatakan “Pidie Kriet”  adalah  ingin melabelkan seakan-akan semua masyarakat PIDIE adalah Kriet, maka perlu dibuat sebuah penelitian yang objektif tanpa pengaruh politik, agama, dan etnis, dengan penuh kejujuran, jika sekiranya didapati ada serorang saja warga PIDIE tidak mempunyai sifat Kriet maka terbatallah tuduhan tersebut. Seharusnya seseorang mengatakan Pidie ada sebahagian yang penduduknya yang Kriet. Namun mengatakan “Pidie kriet”  bertujuan  mengungkapkan seakan-akan mayoritas orang Pidie bersifat Kriet adalah sebuah kesalahan dari segi kaedah tutur bahasa.
            PANDANGAN SYARA` TENTANG TUDUHAN “PIDIE KRIET”
Jika seseorang sengaja mengatakan Pidie Kriet yang ditujukan kepada orang lain dengan maksud menghina dan menaburkan benih-benih kebencian serta menggelarkan sesuatu yang tidak baik kepada orang lain maka hukumnya HARAM.
            Berdausalah orang yang sengaja mengatakan “Pidie Kriet” dengan tujuan seperti yang dijelaskan diatas, maka wajiblah seseorang tersebut bertaubat dan tidak mengulanginya lagi.
Hal ini berdasarkan dalil-dalil dibawah ini:
1.      Larangan meremehkan dan merendahkan orang lain, kerana boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dan lebih tinggi kedudukannya disisi Allah S.W.T

يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا لا يَسخَر قَومٌ مِن قَومٍ عَسىٰ أَن يَكونوا خَيرًا مِنهُم وَلا نِساءٌ مِن نِساءٍ عَسىٰ أَن يَكُنَّ خَيرًا مِنهُنَّ ۖ وَلا تَلمِزوا أَنفُسَكُم وَلا تَنابَزوا بِالأَلقٰبِ ۖ بِئسَ الِاسمُ الفُسوقُ بَعدَ الإيمٰنِ ۚ وَمَن لَم يَتُب فَأُولٰئِكَ هُمُ الظّٰلِمونَ ﴿١١﴾
Terjemahannya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sesuatu puak (dari kaum lelaki) mencemuh dan merendah-rendahkan puak lelaki yang lain, (kerana) harus puak yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka; dan janganlah pula sesuatu puak dari kaum perempuan mencemuh dan merendah-rendahkan puak perempuan yang lain, (kerana) harus puak yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka; dan janganlah setengah kamu menyatakan keaiban setengahnya yang lain”.
            Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-hambanya menghina dan meremehkan orang lain, karena boleh saja orang yang diperkatakan itu lebih baik disisi Allah, jadi mengatakan dan menuduh “Pidie Kriet”  dengan niat merendahkan dan mencemooh orang lain serta menghina adalah haram disisi syara`.

2.      Larangan memberikan gelaran yang buruk kepada orang lain.
وَلا تَنابَزوا بِالأَلقٰبِ ۖ بِئسَ الِاسمُ الفُسوقُ بَعدَ الإيمٰنِ ۚ وَمَن لَم يَتُب فَأُولٰئِكَ هُمُ الظّٰلِمونَ ﴿١١﴾
Terjemahan: “Dan janganlah pula kamu panggil-memanggil antara satu dengan yang lain dengan gelaran yang buruk. (Larangan-larangan yang tersebut menyebabkan orang yang melakukannya menjadi fasik, maka) amatlah buruknya sebutan nama fasik (kepada seseorang) sesudah ia beriman. Dan (ingatlah), sesiapa yang tidak bertaubat (daripada perbuatan fasiknya) maka merekalah orang-orang yang zalim.
          Ayat diatas Allah menyerukan kepada hamba-hambanya agar tidak sekali-sekali memberikan gelaran yang buruk kepada orang lain, menisbahkan orang-orang Pidie mempunyai salah satu sifat mazmumah yaitu Kriet adalah suatu gelaran yang buruk yang boleh menyakiti hati dan perasaan orang lain, sehingga menimbulkan isu-isu yang tidak baik dan membangkitkan amarah orang yang mendengarnya serta hasutan kepada generasi Aceh dari masa kesemasa.  Maka hendakah seseorang muslim itu mencontohi baginda Rasulullah yang memberika gelaran-gelaran yang baik kepada para sahabatnya.
3.      Larangan berprasangka buruk kepada orang lain.

يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنُوا اجتَنِبوا كَثيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعضَ الظَّنِّ إِثمٌ ۖ وَلا تَجَسَّسوا وَلا يَغتَب بَعضُكُم بَعضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَن يَأكُلَ لَحمَ أَخيهِ مَيتًا فَكَرِهتُموهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ
إِنَّ اللَّهَ تَوّابٌ رَحيمٌ ﴿١٢﴾(
 Terjemahan: Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa; dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang; dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertaqwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha mengasihani.
            Allah melarang manusia buruk sangka kepada orang lain, berprasangka bahwa orang-orang yang menempati dan beranak-pinak didaerah Pidie adalah orang-orang Kriet maka itu adalah sebuah prasangka buruk, karena sampai sekarang belum ada pihak yang sah dari pemerintah maupun ahli-ahli masyarakat yang sah dalam hukum  mengesahkan bahwa benar-benar warga Pidie itu adalah Kriet dan pernyataan tersebut adalah sah disisi undang-undang. Buktinya sampai sekarang belum ada peneletian secara ilmiah yang jujur yang mengungkapkan kebenaran ini, jadi ini adalah sebuah prasangka buruk yang dibangun daripada sebuah pemikiran yang salah, kemudian hari diwarisi secara turun temurun dari sebuah generasi kepada generasi lain. Mungkin saja karena sentiment pribadi atau kelompok sehingga membesar-besarkan seakan-akan ia adalah penyakit sosial dalam masyarakat Aceh yang harus diketahui oleh semua Rakyat Aceh. Sehingga memberi kesan atas tuduhan tersebut seakan-akan Pidie itu tidak boleh terlepas daripada Kriet. Padalah itu adalah sebuah wahm yang sengaja digembar-gemborkan akibat terlukanya perasaan pihak-pihak tertentu dan kritik sosial yang membabi buta terhadapap masyarakat Pidie, yang akhirnya tertanam dalam benak  anak-anak kecil yang masih tidak tahu apa-apa seakan-akan statemen “Pidie Kriet” adalah benar dan pernyataan yang telah melegenda dalam kalangan masyarakat Aceh sejak dari Indatu lagi. Maka pihak-pihak yang mempunyai kuasa wajiblah terlebih dahulu meluruskan sejarah Aceh dengan benar, serta memperbetulkan ungkapan-ungkapan tuduhan dan penghinaan yang dapat merusakkan keharmonian masyarakat.


KESIMPULAN

Allah menjadikan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa Arab, Hindia, Aceh, Jawa, Madura, China, dan lainnya semuanya adalah untuk saling mengenal satu sama lain. Apalagi dalam konteks keAcehan pada hari ini, Aceh  dengan kabupaten-kabutennya seperti Aceh Besar,  Pidie,  Aceh Timur,  Aceh Utara,  Pidie Jaya dan lainya adalah suku yang sama, maka terlebih-lebih  lagi harus saling mengenal dan berkasih sayang seperti saudara  seIslam dan suku yang sama. Maka wajiblah saling menghormati dan tidak sama sekali berprangsa buruk dan saling menggelar-gelarkan dengan gelaran yang buruk kepada sesama saudara seagama dan sesuku, hendaklah  saling mengislahkan satu sama lain jika sekiranya ada kesalah fahaman, agar kesalahan ini tidak berterusan seperti perkataan “Pidie Kriet” dan lainnya.  Perkara ini berdasarkan firman Allah ta`ala:

يٰأَيُّهَا النّاسُ إِنّا خَلَقنٰكُم مِن ذَكَرٍ وَأُنثىٰ وَجَعَلنٰكُم شُعوبًا وَقَبائِلَ لِتَعارَفوا ۚ إِنَّ أَكرَمَكُم
عِندَ اللَّهِ أَتقىٰكُم ۚ إِنَّ اللَّهَ عَليمٌ خَبيرٌ﴿١٣﴾(
Terjemahannya: “Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan bersuku puak, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah mesra antara satu dengan yang lain). Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang lebih taqwanya di antara kamu, (bukan yang lebih keturunan atau bangsanya). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mendalam PengetahuanNya (akan keadaan dan amalan kamu).”
                Begitu juga dalah surah yang sama Allah S.W.T  berfirman:
            إِنَّمَا المُؤمِنونَ إِخوَةٌ فَأَصلِحوا بَينَ أَخَوَيكُم ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُم تُرحَمونَ﴿١٠﴾
Maksudnya: “Sebenarnya orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara, maka damaikanlah di antara dua saudara kamu (yang bertelingkah) itu; dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beroleh rahmat.”
            Maka hendaklah kita selalu berjiwa Rabbani yang mencotohi baginda Rasulullah S.AW meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang seperti menggelarkan gelaran yang buruk, menghinakan orang lain, menyakiti hati orang lain, apa lagi memfitnah sehingga menimbulkan kebencian yang terus menerus.
            Seandainya jika memang tuduhan itu betul dan benar adanya serta sudah diperakui dari segi undang-undang serta sudah ada pengesahan dari pemerintah dan ahli-ahli masyarakat yang sah dari segi undang-undang, maka mengatakan “Pidie kriet” pun masih juga tidak boleh dan haram, karena ia termasuk ghibah yang harus ditinggalkan seorang muslim, sebagaimana firman Allah ta`ala:

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
           
Maksudnya: “Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Tawwab (Maha Penerima taubat) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat).” (QS Al-Hujurat: 12)
            Jadi tidak ada alasan yang kukuh dalam pandangan syara` yang membolehkan seseorang menuduhkan “Pidie Kriet”  baik ditujukan kepada seorang atau masyarakat Pidie pada umumnya berdasarkan dalil-dalil diatas, walaupun seandainya itu benar maka ianya adalah ghibah yang dilarang syara` yang perumpamaannya seperti orang yang suka memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati.
Rasulullah sangat melarang ghibah kepada orang lain, sebagaimana yang diriwayatkan daripada  Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,


اتدرون ما الغيبه؟ قالوا: الله ورسوله أعلم .قال:الْغِيبَة ذِكْرك أخَاك بِمَا يَكْرَه قِيلَ : أَفَرَأَيْت إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُول ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُول فَقَدْ اِغْتَبْته ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَقَدْ بَهَتّه


Terjemahan : “Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian beliau shallahu’alaihi wasallam bersabda, “Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yangd ia benci.” Kemudian ada yang bertanya, “Bagaimana menurutmu jika sesuatu yang aku sebutkan tersebut nyata-nyata apa pada saudaraku?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika memang apa yang engkau ceritakan tersebut ada pada dirinya itulah yang namanya ghibah, namun jika tak berarti engkau telah berdusta atas namanya.” (HR Muslim 2589 Bab: Al-Bir Wash Shilah Wal Adab)

Oleh karena itu, maka wajiblah bagi seseorang Tgk, Ustaz, Ulama memperingatkan masyarakat luas tentang larangan menghinakan orang lain, menghasut dan merendahkan martabat orang lain, memberikan gelaran yang buruk, membangkitkan isu-isu yang boleh memecahkan ummat.  Mengatakan “Pidie Kriet” adalah sebuah gelaran buruk kepada masyarakat Pidie pada umumnya  yang boleh menyakiti hati dan perasaan mereka. Maka wajiblah kepada generasi yang tua agar mengajarkan perkara yang baik dan menegur jika sekiranya mendengar pertnyataan-pernyataan yang dibenci syara` ini, serta mendidik masyarak agar senantiasa menjaga mulut daripada menyebut perkara-perkara yang haram dan tidak bermanfa`at, sebaliknya lebih disibukkan dengan perkataan-perkataan yang baik seperti zikir dan lainnya.
            Generasi Rabbani adalah mereka yang menjaga akhlak mereka, bersungguh-sungguh menuntut ilmu dan mengamalkan dengan ilmu mereka, serta berdakwah mengajak orang lain untuk kebaikan. Semoga Allah S.W.T menjadikan masyarakat Aceh dan generasi pemuda-pemudi bangsa kedepan daripada golongan-golongan Rabbani, dimana baginda Rasulullah adalah imam bagi orang-orang Rabbani sebagaimana firman Allah ta`ala:
Dalam surah Ali-Imran ayat, 79:
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَاداً لِّي مِن دُونِ اللّهِ وَلَـكِن كُونُواْ رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ
Maksudnya: “Tidaklah patut bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Kitab ugama dan hikmat serta pangkat Nabi, kemudian dia tergamak mengatakan kepada orang ramai: "Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang menyembahku dengan meninggalkan perbuatan menyembah Allah". Tetapi (sepatutnya ia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbaniyin (yang hanya menyembah Allah Taala - dengan ilmu dan amal yang sempurna), kerana kamu sentiasa mengajarkan isi kitab Allah itu, dan kerana kamu selalu mempelajarinya.”

            Maka wajiblah atas kita semua menjahui maksiat zhahir maupun bathin, maksiat zhahir seperti menghasut orang lain, menghina orang lain dan merendahkannya serta memberikan gelaran yang buruk kepada orang lain, mudah-mudahan Allah memelihara kita dan ahli keluarga kita daripada api neraka.
            Semoga kedepan ada pembahasan lebih ilmiah yang akan melanjutkan pembahasan ini, dengan dalil naqli maupun aqli serta pendapat dari tokoh-tokoh masyarakat Aceh, sehingga pernyataan-pernyataan seperti “Pidie Kriet”  ini dapat diselesaikan dengan adil  dan penuh bijaksana.

Wahhu `Alam Bish-Shawab


RUJUKAN

Al-Quran Al-Karim. (2005). Al-Quran dan terjehmahannya. Departemen agama RI. PT     Syamil Cipta Media. Jakarta. Indonesia.
 http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2014/05/larangan-menggunjing-orang-lain-ghibah.html#sthash.4ufVtHmg.dpuf




Penulis:
Muhammad kamal sulaiman L.c Dp.L

-          -Ketua Penterjemahan Ar-Rabbaniyyah (Melaka,  Malaysia)
-         - Khadim Al-Ilmi Asy-Syarif  Watariqatuha Ar-Rabbaniyyah Al-Mujadidiyyah
-          -Pendakwah bebas
-        -  Penulis buku