Keluarga yang bahagia merupakan dambaan setiap orang. Keluarga
dambaan digambarkan kebanyakan orang adalah keluarga yang sukses, jauh
dari pertengkaran dan jauh dari perceraian, ekonomi keluarga yang
tercukupi, pendidikan anak terpenuhi, keinginan anak istri terealisasi.
Untuk memenuhi itu semua tak jarang sang ayah bekerja keras banting
tulang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan keluarga, jika dirasa
masih kurang sang ibu pun terkadang ikut terjun ke dunia kerja dan sang
anak yang masih kecil pun dipercayakan kepada para pengasuh, sementara
anak yang sudah besar dibiarkan bebas berekspresi sesuka hati untuk
mengembangkan potensi.
Orang tua beranggapan keluarganya sukses apabila anak-anaknya sukses
pula, baik itu sukses dalam pendidikan, sukses dalam jenjang karir, dll.
Untuk mewujudkan kesuksesan seorang anak, orang tua tidak segan-segan
menyekolahkan anak-anaknya di sekolah favorit dengan biaya yang sangat
mahal hingga ke jenjang universitas.
Anak-anak pun dibiarkan bebas berekspresi selama itu bermanfaat bagi
kehidupannya seperti mengikuti berbagai kesibukan aktivitas misalnya
les-les yang mampu mengembangkan bakat dan potensi (mulai dari les mata
pelajaran sampai les-les keterampilan menyanyi, menari, piano, berenang,
dll) yang terkadang pendidikan-pendidikan formal dan non formal
tersebut tidak diimbangi dengan pendidikan agama yang kuat.
Teringat sebuah ungkapan dari seorang teman yang mengungkapkan,
selama dia hidup kalau dijumlah-jumlah biaya yang dikeluarkan orang
tuanya untuk membiayai kesuksesan hidupnya dari segi pendidikan SD
hingga kuliah sangatlah besar dan penuh dengan perjuangan.
Jangankan dari SD hingga kuliah, waktu kuliah saja orang tuanya
setiap bulan mengirimkan biaya kosan, biaya hidup dan biaya kuliah
membutuhkan uang yang sangat mahal. Dia menyimpulkan setelah lulus
kuliah nanti harus mendapatkan pekerjaan yang setimpal gajinya dengan
biaya yang sudah orang tuanya keluarkan.
Sampai ada ungkapan ‘apa gunanya sekolah tinggi-tinggi kalau tidak
balik modal, kalau tidak dapat pekerjaan dengan gaji besar berarti tidak
meraih sukses dalam hidup dan telah gagal membanggakan serta
membahagiakan keluarga’.
Sungguh miris memang hidup di zaman serba kapitalistik ini, semuanya
diukur dengan materi bernama ‘uang’. Kesuksesan dan kebahagiaan keluarga
diukur dengan uang. Pemikiran kebanyakan orang yang hidup dimasa
sekarang sudah sangat kental dipengaruhi arah pandang kapitalis.
Segala sesuatu dalam dunia kapitalis ini hanya dipandang dengan
materi, maka tak heran kadang orang melakukan berbagai cara untuk
mendapatkan materi tanpa memandang lagi halal dan haram.
Lalu apakan setelah terpenuhinya materi sebuah keluarga akan bahagia?
Ternyata faktanya tidak! Banyak kasus di dalam keluarga kaya anak
kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang karena orang tuanya sibuk
mencari materi dengan dalih untuk membahagiakan keluarga.
Karena kurang kasih sayang dari orang tuanya yang sibuk sang anak pun
mencari pelampiasan kasih sayang kepada teman-temannya. Tak jarang
mereka melampiaskan kebutuhan kasih sayangnya kepada lawan jenis yang
ujung-ujungnya sang anak terjerumus kedalam pergaulan bebas.
Tak jauh kondisi orang tuapun sama gentingnya terkadang suami istri
yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing pasti tidak akan terhindar
dari yang namanya pertengkaran karena sang istri atau suami merasa
kurang diperhatikan.
Ternyata melihat gambaran kasus diatas kebahagiaan itu tidak dapat
diukur dengan materi. Lantas kebahagiaan yang didambakan itu seperti
apa? Kebahagiaan dapat tergambarkan dari keluarga yang samara ideologis
(sakinah, mawadah warohmah dan ideologis) yang akan muncul di dalamnya
ketenangan dan ketentraman.
Keluarga samara ideologis hanya dapat diraih ketika keluarga tersebut
berjalan dalam aturan Allah. Masing-masing anggota keluarga
melaksanakan setiap kewajiban-kewajibannya selalu berdasarkan aturan
Allah karena tujuan hakiki sebuah keluarga adalah selamat dunia akhirat.
Masing-masing anggota keluarga selalu mengingatkan anggota lainnya
agar tetap berada di jalan yang benar. Karena pada dasarnya setiap
anggota keluarga harus saling menjaga agar terhindar dari api neraka
seperti dalam firman Allah dalam QS. At-Tahrim (66): 6, “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar dan keras, mereka tidak mendurhakai Allah
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.”
Setiap anggota keluarga harus dapat memelihara dirinya dan anggota
yang lainnya dari api neraka. Suami wajib memberikan pendidikan kepada
istri nya , istrinya yang berperan sebagai seorang ibu wajib mendidik
anaknya agar berjalan dalam kehidupan Islam yang mengimplementasikan
seluruh aturan Islam yang telah diperintahkan Allah aset penting untuk
meraih sukses keluarga.
Perlakukan dan persiapkan mereka agar mampu menjadi pemimpin umat dan
bangsa; perlakukan dan bekali mereka agar mampu menjadi penyelamat
orang tua dan keluarganya dari neraka.
Pandangan keluarga bahagia yang didambakan dalam Islam sungguh jauh
berbeda dengan pandangan kapitalis. Islam memandang keluarga akan
bahagia jika seluruh anggota keluarganya berjalan sesuai aturan Islam
yang penuh kasih sayang.
Sedangkan kapitalis memandang keluarga bahagia yang diidamkan adalah
keluarga yang kehidupannnya bergelimang materi. Pandangan ala kapitalis
ini pada kenyataannya tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan ketenangan
melihat banyaknya fakta keluarga yang hancur karena mengutamakan materi.
Dalam Islam materi hanya dijadikan sebagai wasilah bukan tujuan utama
dalam hidup. Tujuan utama dalam hidup adalah meraih Ridho Allah,
begitupun dalam berkeluarga Ridho Allah harus menjadi tujuan utama
karena itulah kebahagiaan yang hakiki dalam hidup dan berkeluarga, bukan
materi.
Jadi untuk mencapai atau mewujudkan keluarga bahagia yang didambakan
cukup tinggalkan pemikiran kapitalis yang memiliki kerusakan yang
sistemik dan jadikan aturan Islam sebagai jalan menuju keluarga yang
didambakan. Tentunya aturan Islam yang paripurna ini hanya dapat
terterap dalam bingkai Daulah Khilafah.Marilah bersegera mewujudkannya. (Erma Rachmawati)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar