NAFAS KEMENANGAN
Dr. Saiful Bahri, M.A.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر (9) . الله أكبر كبيراً والحمد لله كثيراً. وسبحان الله بكرةً وأصيلاً. لا إله إلاّ الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد. الحمد لله الذي فرض علينا الصيام وبعث لنا خير الأنام. أشهد أن لا إله إلاّ الله وحده، صَدَقَ وعْدَه ونصَر عبْدَه وأعزّ جُنْدَه وهزَم اْلأحْزَابَ وحدَه، وأشهد أنّ محمداً عبده ورسوله لا نبي بعده، فصلوات الله وسلامُه على هذا النبي الكريم وعلى آله وذريته وأصحابه أجمعين. أمّا بعد، فيا عباد الله أوصي نفسي وإياكم بتقوى الله، إنه من يتق ويصبر فإن الله لا يضيع أجر المحسنين. يقول المولى عز وجل: )وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَىٰ إِلَى الْإِسْلَامِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ( (الصف: 7). طِبْتُمْ وطابَ ممْشَاكُمْ وتَبَوّأتمْ مِن الجنّة منزلاً .
Allahu Akbar x 3, walillahil hamd
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Segala puji dan syukur kita kumandangkan di tempat ini. Menandai kemenangan yang dikaruniakan Allah Swt. Sebuah kemenangan yang diraih melalui sebuah proses. Melalui sebuah rekayasa sosial yang Allah mudahkan realisasinya. Lewat aliran rahmat, maghfirah dan kelembutan Sang Maha Cinta. Bersama, membingkai kasih sayang. Meredam iri dan dengki serta mengusir permusuhan. Menjadi sebuah satu. Satu pembebasan dari murka dan kemarahan-Nya, berharap cinta yang akan mengangkat kita ke derajat orang-orang dekat-Nya, derajat orang bertakwa yang dijanjikan-Nya.
Simaklah panggilan lembut-Nya tatkala mewajibkan puasa kepada kita. Dia menggunakan panggilan khusus yang bahkan sebelumnya tak pernah dikenal oleh Bangsa Arab. (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا) “wahai orang-orang yang beriman”. Secara eksplisit panggilan seperti ini hanya dipakai pada surat atau ayat-ayat yang turun di Madinah; yaitu diulang sebanyak delapan puluh sembilan (89) kali. Mengindikasikan banyak hal; di antaranya:
- Panggilan tersebut adalah panggilan sayang dan cinta karena menonjolkan pemenuhan perintah untuk mengimani Allah, Rasul dan seterusnya. Sekaligus berfungsi sebagai pujian.
- Panggilan tersebut selalu digunakan dalam bentuk plural (jama’). Menandakan bahwa dalam kondisi bersama dan berkelompok lebih mudah dan memungkinkan untuk meng-apresiasikan keimanan dan perilaku keagamaan. Sekaligus perintah untuk merekayasa kebaikan secara sosial. Seperti pendidikan Ramadan, tatkala banyak orang berpuasa (wajib), kemudian membiasakan baca al-Quran, qiyâmullail(tarawih dan tahajud), berdoa, bersedekah, silaturahmi dan sebagainya. Maka secara tak sadar kita lebih mudah melakukan hal-hal tersebut. Saat itu orang yang terbaik di antara kita adalah benar-benar orang berkualitas sebagai cerminan doa ibâdurrahmân(وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا) “jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang bertakwa”. Itu adalah permohonan menjadi yang terbaik di antara orang-orang baik. Juara di antara para juara.
Bulan Ramadan adalah nafas baru. Nafas kehidupan yang tawarkan optimisme untuk mengalahkan diri sendiri sebelum mengalahkan bisikan setan dari kalangan jin dan manusia. Nafas kemenangan itu terdengar menggema saat Allah bersumpah, (والصّبح إذا تنفّس) “dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing” (QS. At-Takwîr [81]:18).
Setiap pagi menyingsing datang maka pada hakikatnya Allah berikan kesempatan kita dengan nafas baru optimisme untuk raih kemenangan. Dan Ramadan Allah datangkan dengan ribuan kebaikan yang dijanjikan-Nya sebagaimana Dia lebihkan lailatul qadar dari malam-malam lain, bahkan lebih baik dari seribu bulan.
(يا باغي الخير أقبل ● ويا باغي الشر أقصر)
Wahai pemburu kebaikan terimalah● wahai pelaku keburukan berhentilah
Allahu Akbar x 3, walillahil hamd
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Hari kemenangan ini pula menandakan dahsyatnya kekuatan cinta dan kebaikan. Hari kemenangan yang dirayakan dan disunnahkan untuk siapa saja; tua muda, besar kecil, lelaki dan perempuan. Semua disarankan berpartisipasi di dalamnya. Di tempat ini, menampung segala bentuk kebahagian yang dibingkai dengan ketaatan dan ketundukan pada Allah. Bukti kesanggupan menerima titah-Nya selama sebulan penuh serta tekad melanjutkan spiritnya selama sebelas bulan sisanya. Mempertahankan prestasi kebaikan dan capaian peningkatan iman yang luar biasa.
Hari ini, kita juga menyingkirkan segala representasi kezhaliman. Sombong, angkuh, dengki, iri, permusuhan, saling curiga, menindas dan sebagainya. Karena tak ada lagi tempat bagi kezhaliman untuk bersemayam dalam diri kita, apalagi kita biarkan tersebar ke tengah-tengah masyarakat.
Kezhaliman yang selama ini ikonik dengan simbol Firaun selalu diulang-ulang pembahasannya di dalam al-Quran. Supaya kita ambil pelajaran agar tidak terjebak di dalamnya, ikut mempraktek-kan ataupun melakukan pembiaran terhadap terjadinya kezhaliman.
Kisah epik tokoh protagonis yang sekaligus nabi utusan Allah untuk tokoh antagonis yang zhalim ini, keduanya pernah disatukan dalam satu atap kebersamaan. Allah yang merekayasa demikian. Lelaki bengis itu Allah “paksa” dan “tundukkan” untuk membesarkan calon musuhnya kelak jika ia tak mengakhiri kezhalimannya. Di saat yang bersamaan Allah didik Musa untuk tegar secara psikis dan kuat fisik untuk melawan biang kezhaliman yang juga adalah ayah angkatnya.
Dalam darah Musa mengalir ilham ibunya tatkala percaya dan yakin janji Tuhannya, jika ia tunduk, Musa akan dikembalikan-Nya. Bahkan bukan sekedar kembali, Musa menjelma menjadi orang mulia. Sang Ibu pun didatangi putranya, Musa kecil yang berstatus anak raja. Ia menyusui anak kandungnya dengan dibiayai penuh oleh kerajaan. Itulah nikmat Allah yang lipatgandakan untuknya. Pun demikian, tatkala Firaun berusaha mengungkit budi jasa baiknya kepada Musa, tak lantas membuat nyali Musa ciut dan surut. Justru ia makin teguh sampaikan kebenaran meski sangat pahit. Berhadapan dengan orang yang pernah berjasa dalam hidupnya. Akhir yang tragis bagi dua tokoh yang pernah bersama dalam satu atap istana. Firaun harus tenggelam, menjemput kehinaan yang Allah ancamkan untuknya. Dan Musa, harus bersabar berpindah mengurusi kezhaliman-kezhaliman internal yang bersarang ke dada-dada kaumnya Bani Israil yang menolak titah Allah memasuki bumi suci yang dijanjikan serta berbagai permintaan lain yang melampaui batas.
Ramadan adalah bulan rahmat dan kelembutan. Allah menjanjikan sayang yang membentang untuk siapa saja. Sebuah pertanyaan sederhana: Sudahkah benar-benar kita menjadi seorang yang penyayang? Menyayangi fuqara, anak yatim, janda-janda miskin dan orang-orang lemah serta tertindas juga mereka yang tertimpa musibah. Sudahkah bibir kita terbiasa menyampaikan pesan kasih sayang melalui senyum dan perkataan yang baik. Sudahkan tangan kita ringan mengulurkan bantuan dan shadaqah sebelum lidah mereka mengirimkan pesan pertolongan.
Benarkah setelah sebulan kita dilatih untuk sabar dalam menahan diri. Rasa kasih sayang dan pemaaf kita bisa kemudian mengkristal dalam diri kita. Mari kita belajar menjadi pemaaf yang baik dari Yusuf Ash-shiddiq as. Saat saudara-saudaranya yang dulu membu-angnya ke dalam sumur. Sebelumnya sempat berniat untuk membu-nuhnya, kini berada di hadapannya. Ketika beliau sedang berada dalam kemuliaan yang diberikan Allah. Di hadapan Bapak dan Bibinya serta saudara-saudaranya ia pun menyenandungkan syukur.
(وَقَالَ يَا أَبَتِ هَـذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِن قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا وَقَدْ أَحْسَنَ بَي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاء بِكُم مِّنَ الْبَدْوِ مِن بَعْدِ أَن نَّزغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي (وسف: 100
”Wahai ayahku, inilah ta’bir mimpiku yang dulu. Sesungguhnya Tuhan telah menjadikannya kenyataan. Dan sesunggunya Tuhan telah berbuat baik padaku, ketika Dia membebaskanku dari penjara dan ketika membawa kalian dari gurun pasir setelah setan merusak hubungan antara aku dan saudara-saudaraku”
Sungguh lembut hati dan perasaannya. Beliau tak mengatakan “idz akhrajani minal jubb” (ketika mengeluarkanku dari sumur) tapi yang beliau sebutkan adalah idz akhrajani minassijn (ketika membebaskanku dari penjara). Padahal kesalahan saudaranya sangatlah besar, tapi beliau tak sedikitpun menyimpan dendam, bahkan untuk sekedar menyebut perbuatan jahat itu sekali-kali beliau sangat menghindarinya.
Itulah sang pemenang. Inilah hari kemenangan para pemaaf. Yang bisa bebaskan dirinya dari dendam dan permusuhan.
Pesan ini seharusnya terus kita perdengarkan. Karena kata penutup shalat kita adalah “as-salâm” (kedamaian), “ar-rahmah” (kasih sayang) serta “al-barakah” (keberkahan). Maka seorang mukmin yang beranjak dari sujudnya setelah bermunajat mesra dengan Tuhannya ia menjelma masjid berjalan. Ia menjelma juru damai yang mengelilingi masyarakat. Menjelma pribadi penyayang serta tebarkan keberkahan dan optimisme kepada siapa saja.
Meski faktanya, dunia selalu hingar-bingar dengan pertikaian. Masih saja terus dipertontonkan kezhaliman yang dahsyat. Lihatlah apa yang terjadi di Palestina, khususnya di Jalur Gaza. Seolah nyawa manusia tak dihargai oleh sesama manusia. Anak-anak dan perempuan tak berdosa harus terbunuh dan ternistakan. Kehancuran menjemput mereka. Pertikaian dan berbalas saling tuduh juga terjadi di Ukraina. Perilaku sadis lainnya masih saja belum berhenti di bumi Syam, Suriah yang sudah menelan korban yang tiada bisa lagi dihitung jumlahnya.
Padahal hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding hilangnya satu nyawa seorang mukmin. Dan karena “barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS. Al-Maidah: 32)
Dan selalu ada saja mereka yang mendukung kezhaliman untuk terus bertahan dan membiarkannya memakan korban. Akan selalu ada solidaritas dan rasionalisasi untuk sebuah kezhaliman.
Tapi yang pasti, kezhaliman akan menemui endingnya yang hina. Firaun menjemput kematiannya dengan tenggelam. Sebagaimana Namrud, ikon kezhaliman sebelumnya yang mati “hanya” melalui seekor nyamuk yang masuk di dalam hidungnya. Jalut si angkuh lain-nya, tewas di tangan remaja Dawud tanpa peralatan tarung sesung-guhnya. Abu Jahal, sang zhalim yang lain juga menemui ajalnya di tangan dua orang anak kecil (Muadz dan Mu’awidz), bukan di tangan petarung dan jagoan. Itulah cara kematian yang terhina.
Allahu Akbar x 3, walillahil hamd
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Ramadan boleh sudah pergi. Tapi spirit rekayasa kebaikannya harus terus bertahan dalam diri kita. Spirit disiplinnya mesti tertancap kuat. Mental tak menyerahnya harus selalu hadir di tengah arus hedonism. Mental kejujuran juga mesti terus menyertai kita. Semangat futuristik yang harus terus tertanam, mengkristalkan pesan Nabi Ibrahim dalam doanya:
(وَاجْعَل لِّي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ)
“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (QS. Asy-Syu’arâ: 84)
Agar cita-cita kebaikan kita tak hanya bertahan seusia hidup kita di dunia, tetapi terus abadi sampai hari yang ditentukan Allah. Lihatlah Nabi Ibrahim yang dikabulkan doanya, semua umat Islam selalu mendoakannya di setiap tahiyyat akhir sebelum ucapkan salam. Ibrahim telah meninggalkan jejak-jejak peradaban kebaikan. Ia wakafkan anak keturunannya untuk menjadi juru dakwah dan teladan kebaikan bagi kaumnya. Ia wakafkan dirinya untuk mengalir bersama kebaikan. Alirkan nafas-nafas baru kepada siapa saja. Untuk melawan setiap kezhaliman dan apa saja yang menghalangi tersembah-Nya Allah di bumi-Nya.
Berbuatlah sesuatu yang akan langgeng dikenang orang setelah kita yang menjadi sarana mereka mendoakan dan mengirim harapan kebaikan kepada semua orang. Kebaikan yang menginspirasi lahirnya kebaikan-kebaikan lainnya.
Ingat sabda Nabi SAW: (الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت)
“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu menundukkan hawa nafsunya dan berbuat untuk setelah matinya” (HR. At-Turmudzi) Meski hadis ini dilemahkan oleh sebagian muhadis tapi maknanya shahih dan dibenarkan oleh banyak ulama.
Mudah-mudahan Allah pelihara kita untuk tetap berada dalam pusaran-pusaran kebaikan, sehingga kita selalu mudah melakukan kebaikan dan memiliki kepuasan melaksanakan dan menebarkan-nya kepada sebanyak mungkin makhluk-Nya. Serta dijauhkan dari orbit-orbit kezhaliman, mempraktekkannya ataupun mendiamkan-nya atau bahkan mendukungnya secara membabi buta dikarenakan silau dengan materi dunia dan gila jabatan serta popularitas.
Pada momentum bulan solidaritas ini kita juga berdoa, semoga saudara-saudara kita yang tertimpa musibah -apa saja jenisnya- segera diberikan jalan keluar dan solusi yang terbaik, keluarga-keluarga mereka Allah limpahkan keteguhan hidup dan keberkahan yang hanya Dia saja yang sanggup memberikannya. Semoga Allah persatukan umat Islam yang sudah mulai bosan dengan perpecahan, namun tak tahu bagaimana mengakhirinya. Semoga Allah bimbing dengan sepenuh cinta. Hadirkan rahmat-Nya untuk memperkokoh persaudaraan, sebangsa, setanah air, seakidah dan memimpin segenap umat manusia menuju masyarakat yang berkeadilan, bermartabat, mulia, aman dan sejahtera. Amin Ya Rabbal ‘âlamîn.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللهم صل علي سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم .اللهمّ اغفر لجميع المسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات إنك سميع قريب مجيب الدعوات. اللهم تقبل صلاتنا وقيامنا وصيامنا وركوعنا وسجودنا وتلاوتنا وصدقاتنا وأعمالنا، وتمّم تقصيرنا يا رب العالمين. اللهمّ إنك عفو تحبّ العفو فاعف عنا يا كريم. اللهمّ توفنا مسلمين وألحقنا بالصالحين . اللهمّ انصر إخواننا المستضعفين في فلسطين وفي سوريا وسائر بلاد المسلمين. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. والحمد لله رب العالمين
تقبل الله منا ومنكم وكل عام وأنتم بخير وإلى الله أقرب وعلى طاعته أدوم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Berlin, 01 Syawal 1435 H
28 Juli 2014M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar