Bagi Syiah, orang yang melakukan safar, puasanya batal. Artinya, dia wajib berbuka. Lebih ajaib lagi, hanya dengan melintasi jembatan yang memisahkan dua daerah, sudah dianggap safar dan wajib berbuka.
Kesaksian Dr. Thaha Ad-Dailami dalam buku beliau Siyahah fi ‘Alam Tasyayyu’ (Perjalanan di Negeri Syiah), menurut beliau,
Orang syiah terlau menganggap mudah dalam memberikan udzur berbuka. Mereka mewajibkan berbuka untuk setiap safar dengan jarak paling dekat. Sebagai contoh, ada siswa yang hendak menjalani masa ujian. Tokoh mereka memfatwakan agar siswa ini melakukan safar jarak dekat setiap hari ke derah yang dekat, jarak perjalanan pulang pergi ditotal menjadi jarak safar. Kemudian dia boleh tidak puasa.
Yang lebih menyedihkan, mereka tidak memastikan apakah itu harus diqadha ataukah gugur kewajiban.
Bagi orang Syiah, tarawih adalah bid’ah. Mereka menganggap tarawih tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut mereka, tarawih adalah ajaran Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu. Karena kebencian mereka kepada Umar, mereka menolak sunnah shalat tarawih ini mentah-mentah. Dan mencap sesat kaum muslimin yang melaksanakan tarawih. Bahkan mereka menyebut, orang yang melakukan tarawih sama halnya menjadikan Umar sebagai nabi. Subhaanallah, ini adalah tuduhan dusta mereka.
Salah satu kebiasaan Syiah adalah berbuka setelah betul-betul masuk waktu malam. Di saat awan merah di ufuk telah menghilang dan bintang mulai terbit.
Dalam kitab Wasail As-Syiah karya Muhammad bin Al-Hasan Al-Hur Al-Amili, dinyatakan,
Bab: Waktu berbuka adalah sampai hilangnya mega merah di ufuk timur, dan tidak boleh sebelumnya.
Di bawah judul bab ini, selanjutnya dia membawakan beberapa riwayat dusta atas nama Ahlul Bait, diantaranya:
Dari Zurarah, saya pernah bertanya kepada Abu Ja’far – alaihis salam – tentang waktu berbuka bagi orang yang puasa? Beliau menjawab: ‘Ketika telah terbit 3 bintang.’
Abu Ja’far : cucu Husain bin Ali bin Abi Thalib. Beliau bergelar Al-Baqir. Salah satu ulama Ahlus Sunnah yang dikultuskan Syiah. Dan adalah suatu kedustaan, jika beliau memfatwakan suatu hal yang bertentangan dengan ajaran kakeknya, Nabi Muhammad.
Keterangan ini yang selanjutnya dipraktekkan masyarakat penganut agama Syiah di masa ini. Termasuk komunitas Syiah di indonesia. Sebagaimana pengakuan beberapa orang yang pernah mengikuti kegiatan buka bersama yang diadakan kelompok Syiah indonesia di ICC.
Jika kita perhatikan, apa yang dipraktekkan oleh Syiah dalam kebiasaan berbuka ini, sama persis sebagaimana kebiasaan orang Yahudi dan Nasrani.
Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Agama Islam akan senantiasa menang, selama umat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang Yahudi dan Nasrani mengakhirkan waktu berbuka.” (HR. Ahmad 9810, Abu Daud 2353, Ibn Hibban 3509 dan statusnya hadia hasan).
Dalam riwayat lain, itu disebabkan orang Yahudi suka mengakhirkan waktu maghrib sampai terbit bintang. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammelarang sengaja menunda shalat maghrib hingga terbit bintang,
“Umatku akan senantiasa berada di atas fitrah, selama tidak menunda waktu maghrib sampai bintang-bintang mulai terbit.” (HR. Ahmad 15717, Ibn Majah 689, dan statusnya Hasan).
Kebiasaan berbuka puasa orang Syiah ini berbeda dengan apa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menganjurkan kepada umat Islam untuk menyegerakan berbuka yaitu ketika masuknya waktu maghrib. Segera berbuka sejak bulatan matahari sudah tenggelam, meskipun awan merah masih merekah di ufuk barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar