Rabu, 02 Juli 2014

WAHYU DAN KONSEP MAKKIYYAH SERTA MADANIYYAH





2.0 DEFINISI WAHYU

3.0 MENGENAL PASTI AYAT-AYAT QUR’AN MAKKIYAH BERKAITAN WAHYU DAN PEMBAHAGIANNYA KEPADA KONSEP.

4.0 ANALISA TERHADAP KONSEP WAHYU MAKKIYYAH.


Ayat Makkiyah dan Madaniyah (materi mata kuliah Pengantar Ilmu al-Qur'an di STAI Tapaktuan (pertemuan VIII)
A.    Pendahuluan
Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki surah-surah makki dan madani. Mereka meneliti Qur`an ayat demi ayat dan surah-demi surah, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang memberikan pada peneliti obyektif gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu makki dan madani.
Yang terpenting dipelajari para ulama dalam pembahasan ini adalah :
1.      Yang diturunkan di Makkah,
2.      Yang diturunkan di Madinah,
3.      Yang diperselisihkan,
4.      Ayat-ayat makkiyah dalam surah-surah madaniyah,
5.      Ayat-ayat madaniyah dalam surat makkiyah,
6.      Yang diturunkan di Makkah sedang hukumnya madaniyah,
7.      Yang diturunkan di Makkah sedang hukumnya madaniyah,
8.      Yang serupa dengan yang diturunkan di Makkah (makkiyah) dalam kelompok madaniyah,
9.      Yang serupa dengan yang diturunkan di madinah ( madanyiah ) dalam kelompok makkiyah;
10.  Yang dibawa dari Makah ke Madinah,
11.  Yang dibawa dari Madinah ke Makkah,
12.  Yang turun di waktu malam dan siang,
13.  Yang turun dimusim panas dan dingin,
14.  Yang turun diwaktu menetap dan dalam perjalanan.

B.     Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
Pengertian yang masyhur untuk Makkiyah yaitu ayat yang turun sebelum hijrah ke Madinah, meski turunnya diluar di luar kota Makkah. Madaniyah yaitu ayat yang turun sesudah hijrah, baik turunnya di dalam kota Makkah maupun di Madinah, turun pada tahun penaklukan Makkah maupun pada waktu haji Wida’, atapun pada ketika melakukan musafir.
Pengertian lain, ayat makkiyah adalah ayat yang diturunkan di Makkah meskipun sesudah hijrah, sedangkan madaniyah adalah ayat yang diturunkan di Madinah. Berdasarkan pengertian ini, ada ayat yang tidak disebut makkiyah dan juga tidak sebut dengan madaniyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan dalam perjalanan-perjalanan.

C.    Cara menentukan Makkiyah dan Madaniyah :
Untuk mengetahui dan menentukan makkiyah dan madaniyah, para ulama bersandar pada dua cara utama :
-       Manhaj sima`I ( metode periwayatan seperti apa adanya ) dan
-       Manhaj qiyasi ( menganalogikan dan ijtihad ).

Cara sima’i  : didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu atau dari para tabi`in yag menerima dan mendengar dari para sahabat bagaimana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan makkiyah dan madaniyah itu didasarkan pada cara pertama.
Cara qiyasi : didasarkan pada ciri-ciri makkiyah dan madaniyah. Apabila dalam suatu surah terdapat suatu ayat yang mengandung ayat madani atau mengandung persitiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madaniyah. Dan sebaliknya apabila dalam satu surah terdapat ciri-ciri makki, maka surah itu dinamakan surah makkiyah, juga sebaliknya. Inilah yang disebut qiyas ijtihadi.
D.    Ciri-Ciri khas Makkiyah dan Madaniyah (cara qiyasi)
Para ulama telah meneliti ayat-ayat makkiyah dan madaniyah dan menyimpulkan beberapa ketentuan yang menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari situ mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan ciri-ciri antara lain :
a.       Setiap surah yang didalamnya ada perkataan “Ya aiyuhannas” dan tidak ada padanya perkataan “Ya aiyuhallazi amanuu” , maka makkiyah tetapi surah al-Hajj terjadi perbedaan pendapat ulama.
b.      Setiap surah yang ada perkataan “Kallaa” adalah makkiyah
c.       Setiap surah yang didahului huruf mu’jam adalah makkiyah kecuali al-Baqarah, Ali Imran, tetapi mengenai surah al-Ra’d ada khilaf ulama.
d.      Setiap surah yang mengandung kisah Adam dan Iblis adalah makkiyah kecuali al-Baqarah
e.       Setiap surah yang disebut munafiqin adalah madaniyah kecuali al-‘Ankabut.
f.       Setiap surah yang menyebut hudud dan faraidh adalah madaniyah dan setiap surah yang menceritakan masa lalu adalah makkiyah (Menurut al-Hisyam dari bapaknya)
Catatan
Berikut ini surah-surah madaniyah, yaitu 20 surah :
Al-baqarah, ali imran, al-nisa’, al-maidah, al-anfal, al-taubah, al-nur, al-ahzab, Muhammad, al-fath, al-hujaraat, al-hadid, al-mujadalah, al-hasyar, al-mumtahinah, al-jum’ah, al-munafiqun, al-thalaq, al-tahrim dan al-nashr.
Surah- surah yang khilaf ulama, yaitu 12 surah, yaitu :
Al-fatihah, al-ra’d, al-rahman, al-shaff, al-taghabun, al-tathfif, al-qadr, al-bainah, al-zalzalah, al-ikhlash, al-falaq dan al-nas.
Selebihnya adalah makkiyah, yaitu 82 surah

E.     Faedah Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyang banyak faedahnya diantaranya:
Pertama : Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al Qur`an,
Sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menmafsirkannya dengan tafsiran yang benar. Sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh, bila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh yang tedahulu.
Kedua : Meresapi gaya bahasa Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah.
Sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti peling khusus dlam retorika. Karakteristik gaya bahasa makkiyah dan madaniyah dalam Quran pun memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai pikiran dan perasaaannya serta menguasai apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan.
Ketiga : Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur`an.
Sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik dalam periode Makkah maupun Madinah. Sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan. Qur`an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah SAW, peri hidup beliau yang diriwayatka ahli sejarah harus sesuai dengan Qur’an.

Daftar Pustaka
1.      Al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, al-Haramain, Singapura,
2.      Mana’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Maktabah Wahbah, Kairo,
3.      Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Dar al-Turats, Kairo

Dosen : Tgk Alizar Usman

Sumber: http://kitab-kuneng.blogspot.com/2012/11/ayat-makkiyah-dan-madaniyah-materi-mata_20.html

WEDNESDAY, MARCH 24, 2010

PENGERTIAN MAKKIYAH & MADANIYAH DAN PERKARA BERKAITAN DENGANNYA

PENGERTIAN MAKKIYAH & MADANIYAH DAN PERKARA BERKAITAN DENGANNYA

Cara menentukan Makki dan Madani :

Untuk mengetahui dan menentukan makki dan madani para ulama bersandar pada dua cara utama .Manhaj sima`i naqli ( metode pendengaran seperti apa adanya ) dan Manhaj qiyasi ijtihadi ( menganalogikan dan ijtihad ).

1.Cara sima'i naqli : didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan menyaksikan turunnya wahyu atau dari para tabi`in yag menerima dan mendengar dari para sahabat sebagaiamana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan makki dan madani itu didasarkan pada cara pertama.
Dan contoh-contoh diatas adalah bukti paling baik baginya.
Penjelasan tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitab-kitab tafsir bil ma`tsur. Kitab asbabun Nuzul dan pembahasan-pembahasan mengenai ilmu-ilmu Qur`an.
2. Cara qiysi ijtihadi : didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani. Apabila dalam surah makki terdapat suatu ayat yang mengandung ayat madani atau mengandung persitiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madani dan sebaliknya. Bila dalam satu surah terdapat ciri-ciri makki, maka surah itu dinamakan surah makki. Juga sebaliknya. Inilah yang disebut qiyas ijtihadi.

Perbezaan Makki dan Madani

Untuk membezakan makki dan madani, para ulama mempunyai tiga cara pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.

1) Pertama: Dari segi waktu turunnya. Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan dimekkah. Madani adalah yang turun sesudah hijrah meskipun bukan di madinah yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun dimekkah atau Arafah adalah madani Contoh : ayat yang diturunkan pada tahun penaklukan kota makkah , firman Allah: 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyS8NKbVz7O5bCiT4aXUGV8VmvmwwaRQUA_xABvb6BWtjLh_Hrodfaob4axqetOLIzczq7DaXaeWKLS_msOKa8W1PHZZZJi7l2gZg-lErk5bth5UXxQCqOsz9EU2a-s3TBM5muQUy47SM/s320/nisa.JPG


`Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak…` ( an-Nisa` : 58 ). Ayat ini diturunkan di mekkah dalam ka`bah pada tahun penaklukan mekkah. Pendapat ini lebih baik dari kedua pendapat berikut. Karena ia lebih memberikan kepastian dan konsisten.

2) Kedua : Dari segi tempat turunnya. Makki adalah yang turun di mekkah dan sekitarnya. Seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyah. Dan Madani ialah yang turun di madinah dan sekitarnya. Seperti Uhud, Quba` dan Sil`. Pendapat ini mengakibatkn tidak adanya pembagian secara konkrit yang mendua. Sebab yang turun dalam perjalanan, di Tabukh atau di Baitul Maqdis tidak termasuk kedalam salah satu bagiannya, sehingga ia tidak dinamakan makki ataupun madani. Juga mengakibatkan bahwa yang diturunkan dimakkah sesudah hijrah disebut makki.

3) Ketiga : Dari segi sasaran pembicaraan. Makki adalah yang seruannya ditujukan kepada penduduk mekkah dan madani ditujukan kepada penduduk madinah. Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat Qur`an yang mengandung seruan yaa ayyuhannas ( wahai manusia ) adalah makki, sedang ayat yang mengandung seruan yaa ayyu halladziina aamanuu ( wahai orang-orang yang beriman ) adalah madani. Namun melalui pengamatan cermat, nampak bagi kita bahwa kebanyakan surah Qur`an tidak selalu dibuka dengan salah satu seruan itu, dan ketentuan demikianpun tidak konsisten. Misalnya surah baqarah itu madani, tetapi didalamnya terdapat ayat makki.

3. KETENTUAN & CIRI-CIRI KHAS MAKKI DAN MADANI

Para ulama telah meneliti surah-surah makki dan madani, menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya yang menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari situ mereka dapat menghasilkan kaedah-kaedah dengan ciri-ciri tersebut.

1) Ketentuan Surah Makkiyah .
a) Setiap surah yang didalamnya mengandung `sajdah` maka surah itu makki.
b) Setiap surah yang mengandung lafaz ` kalla` berarti makki. Lafaz ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Qur`an dan di sebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali dalam lima belas surah.
c) Setiap surah yang mengandung yaa ayyuhan naas dan tidak mengandung yaa ayyuhal ladzinaa amanuu, berarti makki. Kecuali surah al-Hajj yang pada akhir surah terdapat ayat yaa ayyuhal ladziina amanuur ka`u wasjudu. Namaun demikian sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut adalah makki.
d) Setiap surah yang menngandung kisah para nabi umat terdahulu adalah makki, kecuali surah baqarah.
e) Setiap surah yang mengandung kisah Adam dan iblis adalah makki, kecuali surat baqarah.
f) setiap surah yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan seperti alif lam mim, alif lam ra, ha mim dll, adalah makki. Kecuali surah baqarah dan ali-imran, sedang surah Ra`ad masih diperselisihkan.


2) Tema & Gaya Bahasa Surah Makkiyah

Dari segi ciri tema dan gaya bahasa, ayat makky dapatlah diringkas sebagai berikut :

a) Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi dengan orang musyrik dengan menggunkan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniah.
b) Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan ahlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat, dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim. Penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
c) Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelaran bagi mereka sehingga megetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka, dan sebagai hiburan buat Rasulullah SAW sehingga ia tabah dalam mengadapi gangguan dari mereka dan yakin akan menang.
d) Suku katanya pendek-pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataannya singkat, ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras. Menggetarkan hati, dan maknanya pun meyakinkan dengan diperkuat lafal-lafal sumpah, seperti surah-surah yang pendek-pendek dan perkecualiannya hanya sedikit.

3) Ketentuan Surah Madani

a) Setiap surah yang berisi kewajiban atai had ( sanksi ) adalah madani.
b) Setiap surah yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah madani, kecuali surah al-ankabut adalah makki.
c) Setiap surah yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah madani

4) Tema dan Gaya Bahasa surat Madaniyah

Dari segi ciri khas, tema dan gaya bahasa, dapatlah diringkaskan sebagai berikut :

a) Menjelaskan ibadah, muamalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan sosial, hubungan internasiaonal baik diwaktu damai maupun perang, kaidah hukum dan masalah perundang-undangan.
b) Seruan terhadap ahli kitab, dari kalangan yahudi dn nasrani. Dan ajakan kepada mereka untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka, terhadap kitab-kitab Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran, dan perselisihan mereka setelah ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.
c) Menyingkap perilaku orang munafik, menganalisi kejiwaannya, membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa ia berbahaya bagi agama.
d) Suku kata dan ayat-ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.

Surah- surah makiyah dan madaniah yang sah ada 20 surah :
1. Al-Baqarah 
2. Ali 'Imran
3. An-Nisa'
4. Al-Ma'idah
5. Al-Anfal
6. At-Taubah
7. An-Nur
8. Al –Ahzab
9. Muhammad
10. Al-Fath
11. Al- Hujrat
12. Al-Hadid
13. Al-Mujadilah
14. Al-Hashr
15. Al-Mumtahinah
16. Al-Jumuah
17. Al-Munafiqun
18. Al-Talaq
19. At-Tahrim
20. An-Nasr

Dan ada perbezaan pendapat pada 12 surah tersebut:
1. Al-Fatihah
2. Al-Rad
3. Al-Rahman
4. Al-saff
5. Al-Tagabun
6. Al-Mutaffifin
7. Al-Qadar
8. Al-Bayyinah
9. Al-Zalzalah
10. Al-Ikhlas
11. Al-Falaq
12. Al-Nas

Nama-nama surat makkiyah berdasarkan urutan turunnya (menurut sebagian besar Ulama).

01. Al'Alaq
02. Al-Qalam
03. Al-Muzammil
04. Al-Muddatstsir
05. Al-Fatihah
06. Al-Masab (Al-Lahab)
07. At-Takwir
08. Al-A'la
09. Al-Lail
10. Al-Fajr
11. Adh-Dhuha
12. Alam Nasyrah (Al-Insyirah)
13. Al-'Ashr
14. Al-Aadiyat
15. Al-Kautsar
16. At-Takatsur
17. Al-Ma'un
18. Al-Kafirun
19. Al-Fiil
20. Al-Falaq
21. An-Nas
22. Al-Ikhlas
23. An-Najm
24. 'Abasa
25. Al-Qadar
26. Asy-Syamsu
27. Al-Buruj
28. At-Tin
29. Al-Quraisy
30. Al-Qariah
31. Al-Qiyamah
32. Al-Humazah
33. Al-Mursalah
34. Qaf
35. Al-Balad
36. Ath-Thariq
37. Al-Qamar
38. Shad
39. Al-A'raf
40. Al-Jin
41. Yaasin
42. Al-Furqan
43. Fathir
44. Maryam
45. Thaha
46. Al-Waqi'ah 47. Asy-Syura
48. An-Naml
49. Al-Qashash
50. Al-Isra
51. Yunus
52. Hud 53. Yusuf
54. Al-Hijr
55. Al-An'am
56. Ash-Shaffat
57. Lukman
58. Saba'
59. Az-Zumar
60. Ghafir
61. Fushshilat
62. Asy-Syura
63. Az-Zukhruf
64. Ad-Dukhan
65. Al-Jatsiyah
66. Al-Ahqqaf
67. Adz-Dzariyah
68. Al-Ghasyiyah
69. Al-Kahf
70. An-Nahl
71. Nuh
72. Ibrahim
73. Al-Anbiya
74. Al-Mu'minun
75. As-Sajdah
76. Ath-Thur
77. Al-Mulk
78. Al-Haqqah
79. Al-Ma'arij
80. An-Naba'
81. An-Nazi'at
82. Al-Infithar
83. Al-Insyiqaq
84. Ar-Rum
85. Al-Ankabut
86. Al-Muthaffifin
87. Al-Zalzalah
88. Ar-Rad
89. Ar-Rahman
90. Al-Insan
91. Al-Bayyinah
Turunnya surah-surah Makiyyah lamanya 12 tahun, 5 bulan, 13 hari, dimulai pada 17 Ramadhan 40 tahun usia Nabi (Februari 610 M).
Nama-nama surat madaniyah berdasarkan urutan turunnya (menurut sebagian besar Ulama). 
01. Al-Baqarah
02. Al-Anfal
03. Ali 'Imran
04. Al-Ahzab
05. Al-Mumtahanah
06. An-Nisa'
07. Al-Hadid
08. Al-Qital
09. Ath-Thalaq
10. Al-Hasyir
11. An-Nur
12. Al-Hajj
13. Al-Munafiqun
14. Al-Mujadalah
15. Al-Hujurat
16. At-Tahrim
17. At-Taghabun
18. Ash-Shaf
19. Al-Jum'at
20. Al-Fath
21. Al-Ma'idah
22. At-Taubah
23. An-Nash


4. FAEDAH MENGETAHUI MAKKI DAN MADANI

Pengetahuan tentang makkiyah dan madani banyak faedahnya diantaranya:

Pertama : Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Qur`an, Sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan mentafsirkannya dengan tafsiran yang benar. Sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh, bila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh yang tedahulu.

Kedua : Meresapi gaya bahasa Quran dan memanfaatkannya dalam metode dakwah menuju jalan Allah. Sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti peling khusus dlam retorika. Karakteristik gaya bahasa makki dan madani dalam Quran pun memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai pikiran dan perasaaannya serta menguasai apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan. 

Ketiga : Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur`an. Sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik dalam periode mekkah maupun madinah. Sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan. Qur`an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah SAW, peri hidup beliau yang diriwayatka ahlli sejarah harus sesuai denga Quran; dan Qur`an pun memberikan kata putus terhadapa perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.


Fadhilat Dan Khasiat Surah Ad-Dukhan
Posted 14/10/2011 by Shafi-Q in Al-QUR'AN. Tagged: Fadhilat / Keutamaan / Khasiat Surat Ad Dukhan. 2 Comments
 بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
 http://shafiqolbu.files.wordpress.com/2011/10/surah-ad-dukhan3.png?w=130&h=150Surah Ad-Dukhan (bahasa Arab:الدخان) adalah surah ke 44 dalam Al-Qur’an. Surah ini tergolong surah ‘makkiyah’ yang terdiri atas59 ayat. Dinamakan Ad-Dukhan kerana kata Ad-Dukhan yang terdapat pada ayat 10 yang bererti ‘Kabut, Jerubu atau Asap’.
Ia mengandungi amaran Allah SWT terhadap kaum kafir musyrik yang menetang Nabi Muhammad SAW bahawa mereka akan ditimpakan azab sengsara semasa langit membawa asap kemarau yang menyebabkan kebuluran yang amat dashyat.
.
Menurut riwayat Bukhari secara ringkas dapat diterangkan sebagai berikut:
Orang-orang kafir Mekkah telah melampaui batas dalam penentangan dan menghalangi agama Islam,  dengan menyakiti dan mendurhakai Nabi Muhammad SAW, kerana itu Nabi SAW berdoa kepada Allah SWT agar diturunkan azab. Sebagaimana Doa Nabi Yusuf a.s. dikabulkan Allah ke atas orang-orang yang derhaka kepada Baginda a.s. dengan musim kemarau yang panjang, sehinggakan orang-orang kafir memakan tulang dan bangkai kerana kelaparan.
Mereka selalu menengadah ke langit mengharap pertolongan Allah SWT, tetapi tidak satupun yang mereka lihat kecuali kabut jerubu yang menutupi pandangan mereka.
Akhirnya mereka datang kepada Nabi, agar Nabi memohon kepada Allah supaya hujanditurunkan. Setelah Allah SWT mengabulkan doa Nabi dan hujan diturunkan, mereka kembali kafir seperti asal, kerana itu Allah menyatakan bahawa mereka nanti akan diazab dengan azab yang pedih.
.
Menurut tafsir Ahmad Sonhadji, surah ini diturunkan di Makkah selepas turunnya surah az-Zukhruf, Ad-Dukhan ertinya asap. Dinamakan surah ini Ad-Dukhan kerana Allah menjadikan asap tebal seperti kabus hitam yang menutupi langit menyebabkan cuaca gelap bagi menakutkan atau memberi peringatan kepada yang tidak mahu percaya kepada hari kiamat dan pembalasan; sebagaimana yang Allah nyatakan dalam ayat 10 dalam surah ini;
.
44:10
Oleh itu tunggulah (wahai Muhammad) semasa langit membawa asap kemarau yang jelas nyata (yang menyebabkan kebuluran yang dahsyat).(Ad-Dukhan; Ayat:10)
.
.
SURAH  AD-DUKHAN  DAN  TERJEMAHANNYA
بسم الله الرحمن الرحيم
http://shafiqolbu.files.wordpress.com/2011/10/surah-ad-dukhan-a1.png?w=570Haa, Miim. (1) Demi Al-Quran Kitab yang menerangkan kebenaran. (2) Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran itu pada malam yang berkat; (Kami berbuat demikian) kerana sesungguhnya Kami sentiasa memberi peringatan dan amaran (jangan hamba-hamba Kami ditimpa azab). (3) (Kami menurunkan Al-Quran pada malam yang tersebut, kerana) pada malam yang berkat itu, dijelaskan (kepada malaikat) tiap-tiap perkara yang mengandungi hikmat serta tetap berlaku, (tidak berubah atau bertukar). (4) Iaitu perkara-perkara yang terbitnya dari hikmat kebijaksanaan Kami; sesungguhnya telah menjadi adat Kami mengutus Rasul. (5) (Untuk menyampaikan) rahmat dari Tuhanmu (kepada umat manusia); sesungguhnya Allah Jualah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui (akan segala keadaan hamba-hambaNya). (6) Tuhan (yang mencipta dan mentadbirkan keadaan) langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya; kalau betul kamu orang-orang yang yakin (akan hakikat itu, maka terimalah sahaja apa yang diutuskan kepada kamu). (7) Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia; Dia lah Yang menghidupkan dan Yang mematikan; (Dia lah jua) Tuhan kamu dan Tuhan datuk nenek kamu yang telah lalu. (8)(Mereka tidak meyakini kebenaran yang dijelaskan kepada mereka), bahkan mereka masih tenggelam dalam keraguan sambil bermain-main dengan perkara ugama.(9) Oleh itu tunggulah (wahai Muhammad) semasa langit membawa asap kemarau yang jelas nyata (yang menyebabkan kebuluran yang dahsyat), (10) Yang akan menimpa seluruh keadaan manusia (yang kafir itu, sehingga mereka akan berkata: “Ini adalah azab yang sungguh menyakitkan”. (11) (Pada saat itu mereka akan merayu dengan berkata): “Wahai Tuhan kami! Hapuskanlah azab ini dari kami, sesungguhnya kami akan beriman!”. (12) Bagaimana mereka dapat beringat (menyempurnakan janji mereka hendak beriman itu)? Pada hal mereka telah pun didatangi seorang Rasul yang memberi keterangan-keterangan (yang cukup untuk mereka beriman)! (13) Sekalipun demikian, mereka juga berpaling ingkar daripada menerima keterangannya sambil berkata (sesama sendiri): “Dia seorang yang diajar (oleh bangsa asing), dia juga seorang yang gila!” (14)Sesungguhnya (kalaulah) kami hapuskan azab itu barang sedikitpun, sudah tentu kamu akan kembali (kufur ingkar). (15) (Ingatlah! Kalau kamu ulangi keingkaran kamu, kamu akan dibinasakan) semasa Kami timpakan (kamu dengan) paluan yang besar (dari pihak lawan kamu); sesungguhnya Kami tetap akan menyeksa (dengan azab yang seberat-beratnya). (16) Dan demi Sesungguhnya! Sebelum mereka, Kami telah menguji kaum Firaun, dan merekapun telah didatangi oleh seorang Rasul (Nabi Musa) Yang mulia, - (17) (Yang memberitahu kepada mereka dengan katanya): Berikanlah kepadaku wahai hamba-hamba Allah (apa-apa yang menandakan kamu menerima kerasulanku); sesungguhnya aku ini seorang Rasul yang amanah, yang diutuskan kepada kamu. (18)
.
.
http://shafiqolbu.files.wordpress.com/2011/10/surah-ad-dukhan-b.png?w=570“Dan janganlah kamu berlaku sombong takbur terhadap Allah; sesungguhnya aku ada membawa kepada kamu mukjizat yang jelas nyata. (19) “Dan sesungguhnya aku telah memohon perlindungan kepada Tuhanku dan Tuhan kamu, daripada kamu merejam (atau menyakiti) daku.(20) “Dan sekiranya kamu tidak juga mahu berimankan kerasulanku, maka putuskanlah perhubungan kamu denganku (janganlah mengganggu daku).” (21) (Setelah Nabi Musa berputus asa daripada iman mereka), maka ia pun merayu kepada Tuhannya lalu berkata: “Sesungguhnya orang-orang ini adalah kaum yang berdosa, (yang telah sebati dengan kekufurannya, dan berhaklah mereka menerima balasan yang seburuk-buruknya)”. (22) Lalu (diperintahkan kepadanya): “Bawalah hamba-hambaku (pengikut-pengikutmu) keluar pada waktu malam, kerana sesungguhnya kamu akan dikejar (oleh Firaun dan orang-orangnya). (23) “Dan tinggalkanlah laut itu dalam keadaan tenang – terbelah, kerana sesungguhnya mereka (yang mengejarmu itu) ialah tentera yang akan ditenggelamkan (sehingga binasa)”. (24) Banyak sungguh kebun-kebun dan matair, mereka tinggalkan, (25) Dan juga berbagai jenis tanaman serta tempat-tempat kediaman yang indah – mulia, (26)Dan juga kemewahan hidup, yang mereka sekian lama menikmatinya. (27) Demikianlah keadaannya (hukum Kami ke atas orang-orang yang derhaka); dan Kami jadikan semua peninggalan Firaun dan orang-orangnya: milik kaum yang lain (kaum Bani Israil). (28) Mereka (ketika dibinasakan) itu tidak ditangisi oleh langit dan bumi (atau penduduk keduanya) dan mereka pula tidak diberi tempoh lagi. (29) Dan demi sesungguhnya! Kami telah selamatkan kaum Bani Israil, dari azab yang menghina, - (30) Dari penindasan Firaun, sesungguhnya ia adalah seorang yang sombong takbur lagi terbilang dari orang-orang yang melampaui batas (dalam keganasan dan kekejamannya). (31) Dan demi sesungguhnya! Kami telah memilih mereka dengan berdasarkan pengetahuan (Kami) – menjadi lebih pangkatnya dari penduduk dunia (pada zaman itu), (32)Dan Kami berikan kepada mereka (melalui Nabi Musa) berbagai mukjizat yang mengandungi ujian yang jelas nyata (untuk melahirkan sikap mereka). (33) (Berbalik kepada kisah kaum musyrik penduduk Makkah, Allah berfirman): “Sesungguhnya mereka ini akan berkata (kepadamu – wahai Muhammad dan kepada pengikut-pengikutmu): (34) “Mati, hanyalah mati kita yang pertama (di dunia), dan kita tidak sekali-kali akan dibangkitkan hidup lagi (sesudah itu); (35) “(Jika tidak) maka bawakanlah datuk nenek kami (yang telah mati) kalau betul kamu orang-orang yang benar!” (36) (Mengapa mereka masih berdegil dalam kekufurannya?) Adakah mereka yang lebih kekuatan dan kehandalannya atau kaum “Tubba’” dan orang-orang yang terdahulu dari mereka? Orang-orang itu semuanya Kami telah binasakan, kerana sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berdosa. (37) Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya, secara main-main; (38) Tidaklah Kami menciptakan keduanya (serta segala yang ada di antaranya) melainkan kerana menzahirkan perkara-perkara yang benar; akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (hakikat itu).(39)
.
.
http://shafiqolbu.files.wordpress.com/2011/10/surah-ad-dukhan-c.png?w=570Sesungguhnya hari pemutusan hukum untuk memberi balasan, ialah masa untuk mereka semua berhimpun, -(40) Iaitu hari seseorang kerabat atau sahabat karib tidak dapat memberikan sebarang perlindungan kepada seseorang kerabat atau sahabat karibnya, dan mereka pula tidak akan diberikan pertolongan (untuk menghapuskan azab itu), (41) Kecuali orang yang telah diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah jualah yang Maha Kuasa, lagi Maha Mengasihani. (42) (Ingatlah), sesungguhnya pokok Zaqqum, - (43) (Buahnya) menjadi makanan bagi orang yang berdosa (dalam neraka). (44)(Makanan ini pula panas) seperti tembaga cair, mendidih dalam perut, - (45) Seperti mendidihnya air yang meluap-luap panasnya. (46) (Lalu diperintahkan kepada malaikat penjaga neraka): “Renggutlah orang yang berdosa itu dan seretlah dia ke tengah-tengah neraka. (47) “Kemudian curahkanlah di atas kepalanya – azab seksa – dari air panas yang menggelegak”. (48) (Serta dikatakan kepadanya secara mengejek): “Rasalah azab seksa, sebenarnya engkau adalah orang yang berpengaruh dan terhormat (dalam kalangan masyarakatmu)” (49)(Kemudian dikatakan kepada ahli neraka umumnya): “Sesungguhnya inilah dia (azab seksa) yang kamu dahulu ragu-ragu terhadapnya!” (50) Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa (akan ditempatkan) di tempat tinggal yang aman sentosa. - (51) Ia itu di dalam beberapa taman Syurga, dengan matair-matair terpancar padanya, (52)Mereka memakai pakaian dari kain sutera yang halus dan kain sutera tebal yang bersulam; (mereka duduk di tempat perhimpunan) sentiasa berhadap-hadapan (di atas pelamin masing-masing). (53) Demikianlah keadaannya; dan Kami jadikan kawan teman mereka bidadari-bidadari yang putih melepak, lagi luas cantik matanya. (54)Mereka meminta – di dalam Syurga itu – tiap-tiap jenis buah-buahan (yang mereka ingini), dalam keadaan aman sentosa. (55) Mereka tidak merasai kematian dalam Syurga itu selain daripada mati yang mereka rasai (di dunia) dahulu; dan Allah selamatkan mereka dari azab neraka; (56) (Mereka diberikan semuanya itu) sebagai limpah kurnia dari Tuhanmu (wahai Muhammad); yang demikian itulah kemenangan yang besar. (57) Maka sesungguhnya tujuan Kami memudahkan Al-Quran dengan bahasamu (wahai Muhammad), ialah supaya mereka (yang memahaminya) beringat dan insaf (untuk beriman dan mematuhinya). (58) (Kiranya mereka tidak berbuat demikian) maka tunggulah (wahai Muhammad akan kesudahan mereka), sesungguhnya mereka juga menunggu (akan kesudahanmu). (59)
.
.
Suasana Alam Akhirat
Suasana alam akhirat telah digambarkan seperti dalam ayat 40 hingga ayat 59daripada surah Ad-Dukhan di atas. Terjemahan ayat tersebut dengan sendirinya sudahmemberikan gambaran kepada kita apa yang akan berlaku di akhirat nanti. Betapagerunnya kita dengan bekalan yang tidak seberapa dan sewajarnya dijadikan pemangkindalam beribadat kepada-Nya.
.
.
.
.
Kelebihan Dan Fadhilat Surah Ad-Dukhan
Terdapat beberapa hadis Rasulullah SAW yang menyatakan fadhilat, faedah dan hikmah bagi mereka yang mengamalkan membaca surah Ad Dukhan ini, diantaranya:
1.  Dari Khalil bahawa Rasulullah SAW bersabda:  “Di dalam Al Quran terdapat 7 surah yang dimulai dengan Haa Miim, akan datang di depan setiap pintu nerakajahanam dan memohon kepada Allah SWT dengan katanya; “Ya Allah! Janganlah Dikau masukkan ke dalam neraka ini orang yang percaya kepadaku dan membacaku.” (HR: Al Baihaqi).
2.  Daripada Zaid Ibnu Haritsah r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepada Ibnu Zayyad; “Sesungguhnya aku simpan sesuatu, maka apakah ia?. Maka Nabi SAW simpan baginya surah Ad-Dukhan, maka baginda bersabda dia ialah (Ad-Dukhan) dan bersabda lagi; Pergilah. Masyaallah, kemudian dia pergi”.
3.  Dari Abi Ja’far r.a., beliau berkataRasulullah SAW bersabda: “Orang yang membaca surah Ad-Dukhan dalam solat-solat fardhu dan nafilahnya (sunatnya), maka Allah akan membangkitkannya bersama orang-orang yang mendapatkan penjagaan Allah pada hari Kiamat, menaunginya di bawah Arsy-Nya, menghisabnya denganmudah dan memberi kitab (catatan amal) nya dari sebelah kanannya.” (HR: Abu Hamzah Tsumali)
.
.
Malam Jumaat
1.  Daripada Abi Hurairah r.a berkata, Nabi SAW bersabda: “Sesiapa membaca “Haa Miim – Ad Dukhan” pada malam Jumaat; maka diberi keampunan baginya”. (HR: Ibnu Katsir).
2.  Dari Umamah pula menyatakan bahawa Rasulullah SAW pernah bersabda:  “Sesiapa yang membaca surah Ad Dukhan pada malam atau hari Jumaat maka Allah akanmembinakan sebuah rumah dalam syurga.” (HR: At Tabrani).
3.  Disebutkan dalam tafsir al-Burhan, dari Nabi SAW bersabda; “Orang yang membacanya (surah ad-Dukhan) pada malam Jumaat, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”  Baginda SAW juga bersabda, “Orang yang membaca surah ad-Dukhan pada malam Jumaat akan dimintakan ampun (atas dosa-dosanya) menjelang paginya oleh tujuh puluh ribu Malaikat.”
.
.
Membaca Surat Ad-Dukhan, dimohonkan ampun oleh Malaikat.
1.  Rasulullah SAW bersabda: “Sesiapa membaca Ad-Dukhan setiap malam, maka tujuh puluh ribu (70.000) malaikat memohon ampun untuknya.” (HR. Tirmidzi).
2.  Daripada Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW telah bersabda: “Sesiapa yang membaca surah “Haamim – Ad Dukhan” pada waktu malam; maka esoknya 70 ribu malaikat akan meminta ampun baginya“. (HR.Ibnu Katsir)
3.  Rasulullah SAW bersabda : “Sesiapa membaca Ad-Dukhan di waktu malam, maka 70.000 malaikat memohon ampun untuknya.” (HR. Tirmidzi).
.
.
Khasiat Ayat-Ayat Surah Ad-Dukhan
1.      Mengamalkan membaca keseluruhan surah Ad-Dukhan ini, akan terselamat dari segala gangguan.
2.      Khasiat ayat 1-8          – Membantu membinasakan musuh.
3.      Khasiat ayat 12            – Dijauhkan daripada ditimpa bala.
4.      Khasiat ayat 68-73   - Dapat membantu memenangi berhujah.
.
Mudah-mudahan kita sentiasa dapat membaca surah Ad-Dukhan bersekali dengan Surah Yasin, pada malam Jumaat agar kita terselamat dari huru hara di Padang Mahsyar. Surah Ad-Dukhan yang mengandungi 59 ayat ini dikaitkan dengan memohon keampunandan elok difahami erti dan maksudnya. Dan istimewanya membaca Surah Ad-Dukhan juga, Malaikat akan memohon ampun untuk  pembacanya.
.
.والسلام علبكم و رحمة الله و بركاته
.

Surat-surat Makkiyah dan Madaniyah

noble_quran1Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun, sebagian besar waktu Rasulullah dihabiskan di Mekkah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
وقرآنا فرقناه لتقرأه على الناس على مكث ونزلناه تنزيلا
Dan al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Q.S. Al Israa’ : 106)
Oleh karena itu para ulama rahimahumullah membagi al Quran menjadi dua bagian : Makkiyah dan Madaniyah. Makkiyah adalah wahyu yan diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebelum berhijrah ke Madinah. Madaniyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam setelah berhijrah ke Madinah. Dengan dasar ini, maka firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya :
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا فمن اضطر في مخمصة غير متجانف لإثم فإن الله غفور رحيم
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al Maa-idah : 3 )
Termasuk ayat Madaniyah walaupun diturunkan kepada nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ada haji Wada’ di Arafah. Dalam kitab Shahih Bukhari diriwayatkan dari Umar Radhiallahu Anhu bahwasanya dia mengatakan :
”Kami tahu hari dan tempat wahyu tersebut turun kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Wahyu tersebut turun sementara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sedang berdiri berkhutbah hari Jumat di padang Arafah.”
Perbedaan antara ayat-ayat Makkiyah dan ayat-ayat Madaniyah dilihat dari konteks kalimat dan kandungan.
A. Perbedaan pada konteks kalimat.
1. Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah memakai konteks kalimat tegas dan lugas karena kebanyakan obyek yang didakwahi menolak dan berpaling, maka hanya cocok mempergunakan konteks kalimat yang tegas. Baca Surat al Mudatstsir dan Surat al Qamar.
Sedangkan ayat-ayat madaniyah kebanyakan mempergunakan konteks kalimat yang lunak karena kebanyakan obyek yang didakwahi menerima dan taat. Baca Surat al Maa-idah.
2. Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah adalah ayat-ayat pendek dan argumentative, karena kebanyakan obyek yang didakwahi mengingkari, sehingga konteks ayat pun mengikuti kondisi yang berlaku. Baca Surat ath Thur.
Sedangkan ayat-ayat Madaniyah kebanyakan adalah ayat-ayat pendek, penjelasan tentang hukum-hukum dan tidak argumentative, karena disesuaikan dengan kondisi obyek yang didakwahi. Baca ayat tentang hutang-piutang dalam Surat Al Baqarah.
B. Perbedaan pada materi Pembahasan.
1. Kebanyakan ayat-ayat Makkiyah berisikan penetapan tauhid dan aqidah yang benar, khususnya yang berkaitan dengan Tauhid Uluhiyah dan iman kepada Hari Kebangkitan; karena kebanyakan obyek yang didakwahi mengingkari hal itu. Sedangkan ayat-ayat MAdaniyah kebanyakan berisikan perincian masalah ibadah dan muamalah, karena obyek yang didakwahi sudah memiliki Tauhid dan aqidah yang benar sehingga mereka membutuhkan perincian ibadah dan muamalah.
2. Penjelasan secara rinci tentang jihad beserta hokum-hukumnyadan kaum munafik beserta segala permasalahannya karena memang kondisinya menuntut demikian. Hal itu ketika disyariatkannyajihad dan timbulnya kemunafikan, berbeda halnya dengan ayat-ayat Makkiyah.
Manfaat mengetahui pembagian Makkiyah dan Madaniyah.
Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah adalah bagian dari ilmu-ilmu al Quran yang sangat penting. Hal itu karena pada pengetahuan tersebut memiliki beberapa manfaat di antaranya :
1. Nampak jelas sastra al Quran pada puncak keindahannya, yaitu ketika setiap kaum diajak berdialog dengan keadaan obyek yan didakwahi; dari ketegasan, kelugasan, kelunakan, dan kemudahan.
2. Nampak jelas puncak tertinggi dari hikmah pensyariatan diturunkannya secara berangsur-angsur sesuai dengan prioritas terpenting kondisi obyek yang didakwahi serta kesiapan mereka dalam menerima dan taat.
3. Pendidikan dan pengajaran bagi para muballigh serta pengarahan mereka untuk mengikuti kandungan dan konteks al Quran dalam berdakwah, yaitu dengan mendahulukan yang terpenting di antara yang penting serta menggunakan ketegasan dan kelunakan pada tempatnya masing-masing.
4. Membedakan anara nasikh dan mansukh ketika terdapat dua buah ayat Makkiyah dan Madaniyah, maka lengkaplah syarat-syarat nasakh karena ayat Madaniyah adalah sebagai nasikh (penghapus) ayat Makkiyah disebabkanayat Madaniyah turun setelah ayat Makkiyah.
Dinukil dari kitab “Ushuulun Fie at Tafsir” karangan Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dan “Kaifa Yajibu Alaina an Nufassur al Quran al karim” karangan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Edisi Indonesia “Belajar Mudah Ilmu Tafsir Bersama Utsaimin dan Al Albani”, Penerbit Pustaka As Sunnah.

Mengenal Jumlah Hitungan Ayat Dalam Al-Qur’an
Zaenal Arifin M
Ada pandangan umum yang berkembang di masyarakat yang menyebutkan bahwa jumlah keseluruhan ayat Al-Qur’an adalah 6.666 ayat. Dalam perbincangan di beberapa mailing list di internat, muncul pro dan kontra terkait angka ini. Beberapa kalangan mencoba bersikap objektif dengan merujuk riwayat dan beberapa kitab ulumul-Qur’anyang membahas ‘addul ayi (hitungan ayat), namun beberapa yang lain bersikap emosional dan bahkan menuduh bahwa jumlah hitungan di atas dihasilkan oleh “ulama palsu”. Bahkan yang tidak mau “ambil pusing” mengambil jalan pintas dan ‘prematur’, bahwa yang paling benar adalah 6.236 ayat sesuai dengan jumlah ayat yang dicetak oleh Saudi Arabia (Mushaf Madinah). Akibatnya, diskusi tentang jumlah ayat dalam 30 juz Al-Qur’an menjadi ajang debat kusir yang tidak jelas arahnya.
Bagaimana sebenarnya duduk persoalan penghitungan ayat Al-Qur’an dalam prespektif ulumul-Qur’an? Manakah yang betul?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kiranya dapat dimulai dari komentar salah seorang pakar ulumul-Qur’an awal, as-Suyuti (w. 911 H/1505 M) dalam karya monumentalnya al-Itqan fi Ulumil-Qur’an mengutip pendapat Abu Amr ad-Dani (w. 444 H/1052 M), para sarjana Al-Qur’an menyepakati (ajma’u) bahwa jumlah ayat Al-Qur’an adalah 6000 ayat, para ulama berbeda pendapat terkait lebihannya.[1] Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Katsir.[2]Mengapa demikian? Menurut az-Zarkasyi (w. 794 H/1391 M) karena Nabi Muhammad SAW terkadang berhenti pada akhir ayat karena waqaf, namun keesokan harinya Nabi tidak lagi berhenti (waqaf) pada tempat semula, bahkan menyempurnakan bacaannya, sehingga para sahabat yang mendengarnya menyangka berhentinya Nabi tersebut karena faktor akhir ayat (fasilah).[3]
سبب اختلاف السبب في عدد الآي أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقف على رؤوس الآي للتوقيف فغذا علم محلها وصل للتمام فيحسب السامع حينئذ أنها ليست فاصلة
Dalam studi ulumul-Qur’an yang membahas disiplin ini lebih lanjut didapati beberapa riwayat yang menginformasikan tentang pembahasan terkait. Kajian yang secara khusus membahas hal ini setidaknya dapat dibaca dalam kitab al-Bayan fi ‘Addi Ayil Qur’an karya Abu Amr ad-Dani (w. 444 H/1052 M), Nadzimatuz-Zahr karya as-Syatibi (w. 590 H/1194 M), al-Faraidul Hisan fi ‘Addi Ayil-Qur’an karya Abdul Fatah Abdul-Gani al-Qadhi (w. 1403 H/1982 M) , danal-Muharrar al-Wajiz fi ‘Addi Ayil Kitabil-Aziz karya Abdur-Razaq Ali Ibrahim Musa yang terinspirasi dari karya gurunya Muhammad al-Mutawalli (w. 1313 H/1895 M).
Abdur-Razaq Ali Ibrahim Musa dalam al-Muharrar al-Wajiz fi ‘Addi Ayil Kitabil-Aziz (h. 47) menginformasikan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang jumlah ayat Al-Qur’an. Menurut pendapat terkuat kriteria dan jumlah pengelompokan ini terkait erat dengan enam copy naskah Usmaniyah yang didistribusikan ke beberapa garnisun wilayah Islam waktu itu (al-Amshar). Oleh karena itu, hitungan Madinah ada dua (Madani Awal dan Akhir), Mekah, Syam, Kufah, dan Basrah, demikian menurut ad-Dani. Sementara al-Ja’biri menambahkan satu lokasi lagi, yakni hitungan dari daerah Hims. Dari kronologi ini kemudian para ulama setelahnya menggenapkannya menjadi 7 riwayat yang memberikan keterangan tentang jumlah ayat dalam Al-Qur’an.[4]
1.      Al-Madani (Madinah), hitungan jumlah ayat dalam kelompok ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu Madani Awaldan Madani Akhir.
1.      Madani Awal disandarkan pada riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur dari Imam Nafi dari riwayat Abu Ja’far bin Yazid al-Qa’qa’dari Imam Syaibah bin Naskah, seorang anak laki-laki dari mantan budaknya Ummu Salamah (istri Rasulullah), jumlahnya adalah 6217 ayat;
2.      Madani Akhir disandarkan pada riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur dari Imam Nafi dari riwayat Ismail bin Ja’far dari Sulaiman bin Jammaz dari Abu Ja’far dan Syaibah bin Nashah secara marfu dari keduanya, jumlah ayatnya adalah 6214 ayat;
3.      Al-Makki (Mekah) disandarkan pada riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur Abdullah bin Katsir al-Makki dari Mujahid bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Ubay bin Ka’ab, 6219 dan 6210 ayat. Jumlah 6210 adalah pendapat Ubay bin Ka’ab sendiri, mayoritas orang-orang Mekah memakai hitungan 6219, demikian komentar ad-Dani.
4.      As-Syami (Syria) disandarkan dari riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur Yahya bin Harits ad-Dimari dari al-Akhfasy dari Ibnu Dzakwan dan al-Halwani dari Hisyam, Ibnu Dzakwan dan Hisyam dari Abu Ayyub bin Tamim al-Qari dari Abdullah bin Amir al-Yahshibi dari Abu Darda, jumlah ayatnya adalah6226 ayat;
5.      Al-Kufi (Kufah, Irak) disandarkan dari riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur  Hamzah bin Hubaib bin Ziyat dari Ibnu Abu Laila dari Abu Abdirrahman bin Habib as-Sulami dari Ali bin Abi Talib, jumlah ayatnya adalah 6236 ayat;
6.      Al-Bashri (Basrah, Irak) disandarkan dari riwayat Abu Amr ad-Dani dengan jalur ‘Ashim al-Jahdari dan Atha bin Yasar, jumlah ayatnya adalah 6204 ayat;
7.      Al-Himsyi, menurut al-Mutawalli disandarkan dari riwayat Syuraikh bin Yazid al-Himsyi al-Hadrami. Sementara menurut Abdul Ali Mas’ul hitungan ini disandarakan kepada Khalid al-Ma’dan seorang tabi’in senior dari Syam. Meskipun terjadi perbedaan sumber, keduanya sepakat jumlah ayatnya adalah 6232 ayat.
Tabel Jumlah Ayat dan Rawinya

No
Jumlah Ayat
Kategorisasi
Rawi
1
6217
Madani Awal
Nafi dari riwayat Abu Ja’far bin Yazid al-Qa’qa’
6214
Madani Akhir
Nafi dari riwayat Ismail bin Ja’far
2
6219
Makki
Abdullah bin Katsir al-Makki dari Mujahid bin Jubair
3
6225
Syami
Abu Ayyub bin Tamim al-Qari dari Abdullah bin Amir al-Yahshibi
4
6236
Kufi
Hamzah bin Hubaib bin Ziyat dari Ibnu Abu Laila dari Abu Abdirrahman bin Habib as-Sulami
5
6205
Bashri
‘Ashim al-Jahdari dan Atha bin Yasar
6
6232
Himsy
Khalid al-Ma’dan
Dari beberapa riwayat di atas, yang sampai saat ini riil banyak dipakai dalam penerbitan Al-Qur’an ada dua. Mazhab al-Kuffiyun yang diriwayatkan Hamzah bin Hubaib bin Ziyat dari Ibnu Abu Laila dari Abu Abdirrahman bin Habib as-Sulami dari Ali bin Abi Talib dengan jumlah ayat 6236 ayat dan Madani Awal disandarkan pada riwayat Imam Nafi dari riwayat Abu Ja’far bin Yazid al-Qa’qa’, 6217 ayat. Bertolak dari keadaan sekarang yang hanya menyisakan dua mazhab dari tujuh riwayat, menurut ad-Dani pada masanya (setidaknya dalam kisaran abad ke-5 hijriah) kelima mazhab hitungan ayat di atas saat itu semuanya berlaku di kawasan bersangkutan.[1]
Dua mazhab ‘addul-ayi yang masih berkembang dapat dilihat sebagai berikut. Mazhab pertama dipakai oleh mayoritas negara-negara muslim termasuk Mushaf Madinah terbitan Mujamma’ Malik Fahd dan Mushaf Standar terbitan Indonesia. Mazhab kedua, setidaknya telah dipakai oleh Mushaf al-Jamahiriyah dengan riwayat Qalun ‘an Nafi yang diterbitkan oleh Libya. Selebihnya untuk masa sekarang tampaknya sudah tidak ada yang menerapkannya lagi, dan hanya terdokumentasi dalam literatur-literatur klasik ulumul-Qur’an, khususnya yang membahas addul-ayi.
Bagaimana dengan jumlah 6.666 ayat?
Menurut sebuah sumber, angka ini berasal dari keterangan Syekh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H/1897 M) dalam kitabnya Nihayatuz-Zain fi Irsyadil-Mubtadiin.[2] Menurut al-Bantani, bilangan ayat Al-Qur’an itu 6666 ayat, yaitu 1000 ayat di dalamnya tentang perintah, 1000 ayat tentang larangan, 1000 ayat tentang janji, 1000 tentang ancaman, 1000 ayat tentang kisah-kisah dan kabar-kabar, 1000 ayat tentang ‘ibrah dan tamsil, 500 ayat tentang halal dan haram, 100 tentang nasikh dan mansukh, dan 66 ayat tentang du’a, istighfar dan dzikir.[3]
Sumber lain dengan jumlah yang sama tetapi dengan penjelasan berbeda adalah pandangan az-Zuhaily dalam at-Tafsir al-Munir fil-‘Aqidah wasy-Syari’ah wal-Manhaj,(2003, jilid 1/45), “membenarkan” jumlah ayat Al-Qur’an dalam(tariqah) hitungan al-Kufiyyun adalah 6236 ayat, namun demikian ia juga menyebutkan menurut (tariqah) hitungan yang lain berjumlah 6.666 ayat. Perhitungan ini sepertinya didasarkan pada kalkulasi pertimbangan isi keseluruhan ayat dalam Al-Qur’an. Dalam pandangan ini, ayat-ayat Al-Qur’an dapat diklasifikasi dan dijumlahkan sebagai berikut; al-amr (perintah) 1000 ayat, an-nahy (larangan) 1000 ayat, al-wa’d (janji) 1000 ayat, al-wa’id (ancaman) 1000 ayat, al-qasas wal-akhbar (kisah-kisah dan informasi) 1000 ayat, al-ibr wal-amtsal (pelajaran dan perumpamaan) 1000 ayat, al-haram wal halal (halal dan haram) 500 ayat, ad-du’a (doa) 100 ayat, dan an-nasikh wal-mansukh 66 ayat.[4]
Dari beberapa informasi dan telaahan di atas, dapat disimpulkan sementara terkait jumlah bilangan ayat dalam Al-Qur’an. Pertama, jumlah 6.666 adalah jumlah hitungan ayat Al-Qur’an berdasarkan kandungan isi ayat dari sebagian ulama, bukan hitungan dalam pengertian menghitung satu per satu ayat dalam perspektif ilmu addul-ayi.Kedua, jumlah 6.236 bukanlah jumlah satu-satunya ayat Al-Qur’an yang “paling benar”, namun hal itu adalah pilihan riwayat.
Sebab jumlah hitungan ini sangat terkait erat dengan periwayatan dan qira’ah. Seperti yang terjadi di Mushaf al-Jamahiriyah Libya yang lebih memilih menggunakan qira’ah Qalun dari Imam Nafi dengan hitungan ayat Madani awal (6217 ayat).
Dengan demikian, terkait kepastian jumlah ayat-ayat dalam Al-Qur’an tidak ada yang “paling benar” dan “paling salah”. Selama hal itu argumentatif dan didasarkan pada periwayatan dan pilihan yang bertanggung jawab, semua dapat dimungkinkan, meskipun tidak dapat disangkal sebuah pendapat barangkali “lemah” (marjuh) secara metodologis. Diskusi terkait khilafiyah jumlah ayat tidak selamanya harus bersepakat dalam kesamaan ataupun saling mencaci dalam ketidaktahuan! Wallahu a’lam.


[2] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azim, Bairut: Darul-Fikr, 1997, cet. Ke-1, h. 14.
[3] Az-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulumil-Qur’an, al-Qahirah: Darul-Hadis, 2006, h. 176. Fasilah adalah akhir ayat, sama halnya qafiyah dalam sajak.
[4] Abdur-Razaq Ali Ibrahim Musa, al-Muharrar al-Wajiz fi ‘Addi Ayil Kitabil-Aziz, Riyad: Maktabah al-Ma’arif, 1988, h. 47-48.
[5] Ad-Dani tahqiq Ganim al-Hamd, al-Bayan fi ‘Addi Ayil-Qur’an, Kuwait: Markaz al-Maktutat al-Wtsaa’iq , 1994, h. 80
[7] Abu Abdul Mu’ti Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi al-Jawi, Nihayatuz-Zain fi Irsyadil Mutbadi’in, Jakarta: al-Haramain, 2005, cet. ke-1, h. 34.
[8] Az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir fil-‘Aqidah was-Syari’ah wal-Manhaj. Bairut: Darul-Fikr, 2003, jilid 1, h. 45.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar